Sabtu 24 Aug 2019 06:18 WIB

Pro Kontra Utak Atik UU MD3 demi Kekuasaan di MPR

Saat ini, muncul ide agar pimpinan MPR berjumlah 10 orang.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Suasana Sidang Tahunan MPR-RI Tahun 2019 di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Jumat (16/8).
Foto: Republika/Dedy Darmawan
Suasana Sidang Tahunan MPR-RI Tahun 2019 di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Jumat (16/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kurang dari dua bulan lagi, MPR RI harus sudah harus menentukan paket pimpinan yang dipilih dengan musyawarah. Namun, fraksi-fraksi partai politik (parpol) yang tembus ke parlemen untuk 2019-2024 masih belum terlihat sepenuhnya menyepakati paket pimpinan MPR. 

Berdasarkan UU MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) pasal 427 C, formasi pimpinan MPR terdiri dari lima orang yang terdiri dari empat unsur parpol dan satu DPD. Pimpinan dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap.

Baca Juga

Akan tetapi, dalam perkembangannya, usulan untuk menambah jumlah pimpinan MPR itu muncul. Politikus PAN Saleh Partaonan Daulay menggelindingkan ide pimpinan MPR berjumlah 10 orang.

Dengan jumlah itu, sembilan fraksi parpol di Senayan dan satu perwakilan DPD dapat mendudukan wakilnya di kursi pimpinan MPR. "Tidak ada yang perlu diperebutkan dan diributkan. Tinggal menambah jumlah pimpinan saja," ujar Saleh beberapa waktu lalu. 

Faktanya, usulan Saleh tidak sesederhana itu. Apabila usulan Saleh dipertimbangkan, UU MD3 perlu direvisi secepatnya.

Padahal, UU MD3 yang dipersiapkan saat ini belum sempat dipakai dan baru saja direvisi. Formasi MPR 2014-2019 terdiri dari delapan orang, kemudian dirampingkan menjadi lima orang untuk 2019-2024, lalu kembali muncul usulan 10 orang. 

photo
Wakil Ketua DPR Fadli Zon (ANTARA)

Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon memandang, usulan Saleh untuk sepuluh pimpinan MPR bisa dipertimbangkan, bila semua fraksi bersepakat. Wacana itu, menurut dia sah-sah saja dilontarkan.

Keharusan revisi UU MD3 disederhanakan Fadli masih mungkin dilakukan melalui sebuah 'dialog politik'. "Kalau disepakati bersama, why not," ujar Wakil Ketua DPR RI itu.

Politikus PPP Arsul Sani memandang, bergulirnya wacana Revisi jumlah paket pimpinan MPR ini lebih pada keinginan partai non-koalisi Indonesia kerja, seperti PAN yang ingin masuk ke komposisi pimpinan MPR. Untuk itu, ia menilai, usulan PAN menambah pimpinan MPR menjadi 10 dengan konsekuensi revisi UU MD3 wajar.

"Ya memang DPR itu kan kerjaannya membuat Undang-Undang antara lain itu mengubah, mengamandemen, merevisi, why not?" ucap Arsul.

Arsul mengatakan, lima partai pendukung Joko Widodo di Koalisi Indonesia Kerja (KIK) sudah sepakat membentuk paket pimpinan dengan formasi lima orang. Namun, PPP menyatakan akan melihat kesepakat para fraksi di luar KIK soal usulan tersebut, asalkan partai berlogo Kakbah itu mengamankan satu kursi pimpinan MPR.

"Apakah itu akan berjalan atau tidak saya kira itu nanti menunggu juga kesepakatan fraksi tidak hanya yang di KIK. Kalau PPP tidak condong (ke jumlah manapin) itu. Yang penting PPP dapat (kursi) aja," kata Arsul.

photo
Para pimpinan MPR RI pada Sidang Tahunan MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019). (ANTARA)

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Nasdem Johnny G Plate kurang sepakat dengan usulan Saleh. Ia menilai, tak tepat bila UU MD3 diutak-atik seenaknya demi mengejar kekuasaan di Parlemen. 

"Tidak bisa hanya untuk kekuasaan di DPR atau MPR atau di DPD kita rubah aja seenaknya sesuai dengan hasil pemilu, tanpa ada kajian. lalu menggunakan setiap perkembangan dan dinamika politik sebagai alasan, itu sebenarnya hanya untuk merebut kekuasaan," ucap Plate. 

Ia menilai, akan lebih bijak kalau semua fraksi dewasa menggunakan UU MD3 yang sudah ada, dengan membentuk paket yang berisi empat parpol dan satu DPD, lalu melakukan musyawarah untuk menentukan paket mana yang layak duduk di pimpinan MPR. 

Wakil Ketua Umum Demokrat Syarief Hasan juga mempertanyakan tujuan mengubah formasi pimpinan MPR menjadi 10 orang. Menurut dia, revisi UU MD3 tidak semudah yang diperkirakan.

Ia menilai revisi UU MD3 bak mata koin, yakni untuk memfasilitasi seluruh Parpol, tetapi kurang bagus untuk pendidikan politik. "Karena kan nanti akan muncul image ini kok bagi-bagi kejuasaan aja," ujar dia. 

Demokrat belum menentukan sikapnya soal usulan ini. "Ini perlu ditelaah kembali kalau tujuannya untuk bagi-bagi kekuasaan saya pikir mungkin juga kurang pas, akan menimbulkan pertanyaan dari masyarakat," ucap Syarief. 

photo
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Hidayat Nur Wahid (HNW). (MPR

Sementara PKS menunjukkan sikap pasif dalam perdebatan revisi UU MD3 ini. Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid mengatakan, PKS memilih mengikuti aturan manapun yang disepakati.

"Jadi kami secara prinsip ikuti saja peraturan yang ada, aturan yang disepakati seperti apa, silakan," kata dia. 

Terkait usulan Revisi UU MD3 yang berkembang, PKS pun menyerahkan kepada para parpol. PKS menyatakan tak terlalu bernafsu mengejar kursi pimpinan MPR RI dan siap mengikuti aturan apapun yang disepakati seluruh fraksi. 

"Silakan saja dinamikanya diikuti, kami mengikuti peraturan saja. kami Memahami posisi PKS dan karenanya kami taat pada aturan silahkan buat aturan kami akan mentaati," ujar wakil ketua MPR RI itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement