REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Aksi Cepat Tanggap (ACT) menjalin kerja sama dengan Universitas Siliwangi (Unsil), Kota Tasikmalaya, untuk menyalurkan air bersih di Kabupaten/Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis, Kamis (22/8). Sebanyak 10 mobil tangki air dengan kapasitas masing-masing 5.000 liter, dikerahkan untuk menjangkau tujuh titik di tiga wilayah itu.
Kepala Cabang ACT Tasikmalaya Taufik Perdana mengatakan, penyaluran ini merupakan kerja sama ACT dengan Unsil, juga berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat. Penyaluran air bersih itu akan didistribusikan ke tiga titik di Kota Tasikmalaya, dua titik di Kabupaten Tasikmalaya, dan dua titik di Kabupaten Ciamis.
"Ini langkah awal dengan kampus dan BPBD untuk menyalurkan air bersih karena di Tasikmalaya sudah meluas wilayah kememringannya," kata dia, Kamis (22/8).
Menurut dia, ACT Tasikmalaya sudah sejak Juli 2019 menyalurkan air bersih di wilayah Priangan Timur. Setidaknya, sudah satu juta liter air bersih disalurkan dengan berkoordinasi dengan BPBD setempat.
Dalam aksi bersama kampus ini, ACT secara serempak melakukan pendistribusian air bersih di 28 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. "Sekarang, ada 250 armada yang diterjunkan untuk menyalurkan air bersih serentak di 28 kota. Kalau di Tasik, kita kerja sama dengan Unsil," kata dia.
Kepala Bidang Sosial Masyarakat Badan Eksekutif (BEM) Unsil, Fahrul Rifki Pratama mengatakan, kegiatan penyaluran air bersih itu bertujuan untuk mengatasi kekeringan di Tasikmalaya dan Ciamis. Menurut dia, Unsil menyepakati ajakan ACT untuk membantu penyaluran air bersih lantaran salah satu tugas kampus merupakan pengabdian untuk masyarakat.
"Ini adalah langkah awal untuk berkelanjutan. Nanti akan kita salurkan lagi, dan juga akan terus ikut dalam aksi ini," kata dia.
Fahrul menambahkan, Unsil juga akan melakukan penelitian terkait dampak dan penyebab kekeringan, khususnya di Tasikmalaya. Dengan begitu, bencana yang selalu terjadi setiap tahun itu bisa diatasi.
Kepala Pelaksana BPBD Kota Tasikmalaya, Ucu Anwar mengapresiasi gerakan yang dilakukan lembaga dan mahasiswa itu. Menurut dia, gerakan kemanusiaan semacam ini harus terus digelorakan, sehingga permasalahan yang ada di masyarakat dapat diatasi bersama-sama.
"Ini menunjukkan bahwa masih ada yang perlu diperbaiki di tatanan masyarakat dan kekeringan bukan hukuman, tapi akibat perilaku masyarakat yang tak bijak terhadap alam," kata dia.
Ucu Anwar mengingatkan, ACT dan mahasiswa Unsil tak sekadar mendistribusikan air bersih kepada masyarakat. Lebih dari itu, dengan adanya mahasiswa yang terlibat, masyarakat dapat diberikan edukasi untuk mengatasi bencana kekeringan.
ACT Tasikmalaya bersama mahasiswa Unsil dan BPBD Kota Tasikmalaya menyalurkan air bersih di Kelurahan Sukajaya, Kecamatan Purbaratu, Kota Tasikmalaya, Kamis (22/8).
Ia menegaskan, tahun depan sudah tidak boleh ada distribusi air di Kota Tasikmalaya. Karena itu, masyarakat harus diajarkan untuk bijak dan hemat dalam menggunakab air bersih.
"Selain itu juga mereka harus menyiapkan biopori dan melakukan rehabilitasi alam dengan reboisasi. Juga memberikan protes terhadap kebijakan alih fungssi lahan," tegas dia.
Alih fungsi lahan menurut Ucu merupakan salah satu penyebab kekeringan, khususnya di Kota Tasikmalaya. Dengan maraknya alih fungsi lahan, hilangnya sumber mata air dapat menjadi potensi konflik antarwarga.
Ucu menjelaskan, BPBD telah memetakan lokasi yang rawan kekeringan di wilayahnya. Sedikitnya ada 109 titik di 16 kelurahan dan sembilan kecamatan yang sudah mengalami kekeringan.
Sejak Juli 2019, BPBD juga telah mendistribusikan sekitar sejuta liter air bersih kepada warga. Sekitar 6.926 kepala keluarga (KK) 22.468 jiwa telah menerima bantuan air bersih tersebut.
Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Tasikmalaya, Wawan Efendi mengatakan, sedikitnya ada 10 kecamatan yang terdampak kekeringan di wilayahnya. Wilayah itu di antaranya Kecamatan Cipatujah, Cikalong, Parungponteng, Sodonghilir, gunungtanjung, Cikatomas, dan Jatiwaras. Rata-rata daerah itu berada di selatan Tasikmalaya.
Meski begitu, menurut dia, angka itu mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, di mana wilayah yang terdampak kekeringan mencapai 26 kecamatan. Hal itu diklaim lantaran BPBD telah memberikan edukasi menanggulangi bencana tahunan itu, sehingga warga tidak ketergantungan bantuan air bersih.
Ia menjelaskan, salah satu cara mengatasi kekeringan adalah dengan membuat sumur bor. "Solusinya gunakan dana desa untuk buat sumur bor. Dana desa sangat bisa untuk mengatasi kekeringan," kata dia.
Wawan mengatakan, sudah ada beberapa desa yang mengikuti arahan BPBD untuk membuat sumur bor. Dengan begitu, penyaluran air dari BPBD juga berkurang.
"BPBD baru salurkan sekitar 135 rubu liter. Soalnya anggaran kita juga sangat terbatas," kata dia.