Jumat 23 Aug 2019 13:29 WIB

Warga Semarang yang Berurusan dengan Densus 88 Bertambah

Warga Semarang berurusan dengan Densus 88 terkait terorisme.

Rep: Bowo Pribadi / Red: Nashih Nashrullah
Para seniman asal Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang membawakan tarian Topeng Ireng, pada acara Merti Budaya Nusantara, yang digelar Kesbangpol Provinsi Jawa Tengah, di Lapangan Bung Karno, kompleks alun alun Kalirejo, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Kamis (22/8) malam.
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Para seniman asal Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang membawakan tarian Topeng Ireng, pada acara Merti Budaya Nusantara, yang digelar Kesbangpol Provinsi Jawa Tengah, di Lapangan Bung Karno, kompleks alun alun Kalirejo, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Kamis (22/8) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN— Jumlah warga Semarang yang harus berurusan dengan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror akibat terlibat gerakan radikalisme meningkat dari tahun ke tahun. 

Kajari Kabupaten Semarang, Raharjo Budi Kisnanto, mengungkapkan pada 2017 tercatat lima warga Kabupaten Semarang harus ditangani Densus 88 Antiteror akibat terlibat gerakan radikalisme. Jumlah tersebut naik menjadi 10 orang pada 2018. 

Baca Juga

Pada 2019, kata dia, sampai dengan Agustus ini, sudah ada 18 warga Kabupaten Semarang yang berurusan dengan aparat khusus tersebut. "Ini salah siapa?," kata dia dalam Gelar Seni Budaya Daerah dalam rangka Merti Budaya Nusantara yang digelar Kesbangpol Provinsi Jawa Tengah, di Lapangan Bung Karno, Kompleks Alun- alun Kalirejo, Ungaran Timur Kabupaten Semarang, Kamis (22/8) malam.  

Dia mengatakan degradasi nilai-nilai kebangsaan dan persatuan akibat pengaruh budaya serta paham-paham dari luar, kian memprihatinkan. Tak terkecuali di Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah.  

Celakanya, kata dia, kelompok masyarakat yang terpapar pengaruh budaya serta paham-paham radikal tersebut banyak yang berasal dari kalangan pemuda atau generasi penerus bangsa yang seharusnya mengawal cita- cita luhur para pendiri bangsa.  

Menurut dia, di era kemajuan teknologi informasi seperti sekarang ini pengaruh-pengaruh budaya luar kian mencemaskan. Generasi muda mulai yang semestinya menjaga nilai-nilai luhur budayanya sendiri, justru banyak yang melupakan "Dan bahkan beberapa di antaranya mulai terjebak dalam pengaruh oleh paham-paham dari luar, seperti radikalisme," jelasnya. 

Rahajo mengajak seluruh elemen masyarakat Kabupaten Semarang untuk kembali kepada ruh budaya bangsa Indonesia yang asli. Kalau orang asing sekarang banyak yang datang ke Indonesia untuk belajar budaya bangsa ini, mengapa anak bangsa justru melupakan budayanya sendiri yang telah diwariskan para wali, para nenek moyang dan para pemikir pendahulu bangsa ini.  

"Maka, mari hidupkan kembali budaya asli Nusantara, budaya asli bangsa Indonesia agar tidak luntur, tidak terdegradasi oleh jaman yang semakin maju dan modern ini," tutur dia. 

Ketua DPRD Kabupaten Semarang, Bondan Maruto Hening, mengatakan kegiatan Merti Budaya Nusantara ini bisa dijadikan sebagai momentum memperkuat kecintaan pada budaya sendiri dan nilai- nilai persatuan bangsa.  

Pada dasarnya bangsa Indonesia ini terbentuk oleh keberagaman dan kebhinekaan, namun sudah disepakati semuanya menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisah- pisahkan.

Dia mengajak seluruh elemen bangsa di Kabupaten Semarang untuk saling memperkuat nasionalisme, persatuan, dan kesatuan dan kerukunan baik antarsuku, agama maupun golongan. "Karena dengan itu semua bangsa ini akan menjadi kuat," kata dia. 

Hadir pula dalam kegiatan ini Ketua Komisi Hubungan Antaragama Keuskupan Agung Semarang, Aloysius Budi Purnomo Pr. Acara ini juga dimeriahkan gelar budaya dari berbagai eilayah di Kabupaten Semarang. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement