REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Rencana pemerintah untuk memindahkan Ibu Kota ke Kalimantan Timur harus dapat menciptakan kota dan tata kelola pemerintahan yang cerdas. Kota cerdas bukan hanya tentang pengembangan teknologi, tapi merupakan integrasi teknologi yang harus responsif terhadap permasalahan dan memberi solusi.
Peneliti dan Manajer Kemitraan Smart City Universitas Indonesia Ahmad Gamal mengungkapkan, prinsip kota yang cerdas dianalogikan seperti otak manusia yang memiliki tiga kecerdasan. Pertama, pengumpulan data yaitu saat manusia dapat mengumpulkan dan menghimpun seluruh data yang ada di sekeliling untuk menjadi satu kesatuan dan mengakuisisinya.
“Jadi data tersebut diringkas,” ujar Gamal dalam siaran pers yang diterima Republika.
Kedua, lanjutnya, adalah infromation processing. Tahapan ini yaitu ketika data dan informasi telah dikumpulkan maka kemudian akan diproses untuk mendeskripsikan permasalahan yang dihadapi.
Dan yang ketiga yaitu decision making. Yakni, ketika manusia mengambil keputusan berdasarkan informasi yang telah diseleksi tersebut.
Sedangkan jika dibandingkan dengan rencana perpindahan Ibu Kota, menurut dia, gagasan kota cerdas harus diperuntukkan bagi Ibu Kota selanjutnya. Menurut dia terdapat empat kriteria asesmen yang menentukan lokasi Ibu Kota negara antara lain standar lingkungan, infrastruktur, ekonomi, dan humaniora.
Dia mencontohkan, salah satu kriteria tersbut dapat diobservasi dengan menggunakan pengukuran dasar seperti pergerakan tanah serta pemertaan lahan dan lingkungan dengan menggunakan light detection city UI (Lidar). Data itu menurutnya diperoleh dari pemetaan tersebut guna mensimulasikan kerawanan bencana, potensi lahan untuk bercocok tanam, perumahan, dan aktivitas strategis lainnya.
Untuk dapat mewujudkan konsep kota cerdas tersebut, menurut dia dibutuhkan pendekatan triple helix yang menggabungkan kekuatan antara pemerintah, akademisi, dan industri.