REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kontestasi pemilihan umum (pemilu) 2019 diramaikan berbagai hoaks atau berita bohong serta ujaran kebencian. Menurut Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Anita Wahid, tujuh kontainer surat suara tercoblos di Tanjung Priok pada Januari menjadi puncak hoaks sepanjang pemilu serentak.
"Puncaknya (hoaks) tujuh kontainer surat suara dicoblos. Sebenarnya kami merasa untuk KPU segera merespon hoaks itu," ujar Anita dalam forum grup diskusi di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta Pusat, Selasa (20/8).
Ia menuturkan, berita bohong dan ujaran kebencian pada pemilu 2019 itu menyerang penyelenggara hingga langsung kepada anggota KPU. Ia mencontohkan, saat itu ada hoaks yang menginformasikan Ketua KPU Arief Budiman merupakan saudara kandung Soe Hok Gie.
Selain itu, ada hoaks ancaman pembunuhan kepada anggota KPU jika tidak memenangkan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Lalu hoaks bahwa situs resmi KPU dibobol dan hoaks yang menyebutkan KPU melatih tenaga kerja Cina untuk mencoblos surat suara sesuai keinginan.
Namun, kata Anita, KPU dinilai lambat merespons hoaks tujuh kontainer tersebut. Ia mengaku terus mendorong agar KPU mengklarifikasi segera dan membuktikan bahwa tujuh kontainer suarat suara tercoblos tidak benar.
Menurut dia, kedepannya KPU bisa membentuk tim khusus untuk menyisir internet terkait percakapan yang berkembang termasuk media sosial. Penyelenggara pemilu jangan sampai menunggu hoaks itu viral atau tersebar luas. Sebab, lanjut Anita, hanya membutuhkan waktu empat jam untuk memverifikasi hoaks. Apabila di atas empat jam, verifikasi terhadap hoaks itu hanya mampu membersihkan 10 persen saja.
"Jadi kalau ada 10 ribu followers yang menyebarkan, hanya 1.000 yang dapat dibersihkan," kata dia.
Komisioner KPU Viryan Azis pun mengatakan, pada pemilu 2019, hoaks yang paling berat ialah ketika kabar tujuh kontainer surat suara yang sudah tercoblos tersebut. Padahal KPU saat itu belum mencetak surat suara untuk Pemilu 2019.
"Menurut kami salah satu yang paling fenomenal terkait hoaks pemilu dan banyak lagi contoh-contoh lain. Untuk itu, dampaknya sampai sekarang masih sangat terasa," kata Viryan.