Selasa 20 Aug 2019 05:52 WIB

KPK Identifikasi Data Kepatuhan LHKPN 40 Capim KPK

Kepatuhan LHKPN sebagai salah satu pertimbangan menyaring capim KPK.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Juru Bicara KPK Febri Diansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengidentifikasi data kepatuhan penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 40 calon pimpinan KPK yang menjabat sebagai penyelenggara negara. Identifikasi yang dilakukan tersebut berdasarkan data pengumuman hasil tes psikologi yang disampaikan panitia seleksi sebelumnya.

"Ada dua hal yang kami cermati, yaitu pertama, apakah para calon yang saat ini menjadi penyelenggara negara tersebut pernah menyampaikan LHKPN atau tidak," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin (19/8).

Baca Juga

Kedua, lanjut Febri, pelaporan periodik tahun 2018 seharusnya dilaporkan dalam rentang 1 Januari sampai 31 Maret 2019 lalu. Terkait ini, KPK mencermati apakah penyelenggara negara yang mencalonkan diri tersebut telah menyampaikan LHKPN secara periodik tepat waktu, terlambat, atau tidak melaporkan sama sekali.

Terkait penyampaian LHKPN nonperiodik dari 40 calon pimpinan KPK itu, kata Febri, terdapat 27 calon yang pernah menyampaikan LHKPN ke KPK. Pelaporan mulai dari hanya satu kali melapor sampai dengan enam kali melaporkan LHKPN tersebut.

"Sedangkan 13 calon lainnya tidak tercatat pernah menyampaikan LHKPN, yaitu yang menjabat sebagai komisioner Kompolnas, auditor, dosen, pegawai Bank, tim stranas Pencegahan Korupsi (PK), dosen dan advokat. Sebagian dari 13 calon ini tidak termasuk wajib LHKPN karena bukan merupakan penyelenggara negara sebagaimana diatur di UU Nomor 28 Tahun 1999 dan aturan terkait lainnya," tuturnya.

Sementara terkait penyampaian LHKPN periodik 2018, Febri menyatakan terdapat 14 penyelenggara negara yang menyampaikannya tepat waktu. "Menyampaikan LHKPN periodik 2018 tepat waktu, yaitu melaporkan LHKPN secara benar dalam waktu 1 Januari sampai 31 Maret 2019. Dalam kategori ini terdapat 14 orang penyelenggara negara berasal dari PPATK, KPK, Polri, BPK, BPKP, LPSK, Universitas Jember, Kementerian Keuangan, dan Kejaksaan," ucap Febri.

Selanjutnya yang terlambat menyampaikan LHKPN secara periodik, yaitu setelah 31 Maret 2019 atau bahkan dalam rentang waktu sekitar proses seleksi pimpinan KPK. "Dalam kategori ini, terdapat enam orang penyelenggara negara yang sebelumnya bekerja di institusi Sekretariat Kabinet, Polri, dan Kejaksaan," ungkap Febri.

Terakhir, kata dia, tidak menyampaikan LHKPN periodik sebanyak dua orang penyelenggara negara yang berasal dari institusi BUMN dan Polri. "Perlu dipahami, penyampaian LHKPN oleh penyelenggara negara merupakan kewajiban hukum yang diberikan peraturan perundang-undangan sebagai bagian dari upaya membentuk pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme," ujar Febri.

Karena itu, ucap dia, semestinya semua pihak tidak mereduksi isu penyampaian LHKPN sekedar sebagai aspek formalitas, apalagi sampai mengabaikan kepatuhan LHKPN tersebut. KPK pun mengharapkan panitia seleksi calon pimpinan KPK lebih sensitif dan melihat data kepatuhan LHKPN itu sebagai salah satu pertimbangan menyaring para calon.

"Jangan sampai ada sikap abai dan kompromi terhadap pelanggaran sekecil apapun karena dalam pemberantasan korupsi sebagaimana disebut di UU KPK, harus lah berlaku prinsip zero tolerance," kata Febri.

Apalagi, kata dia, pada Pasal 29 UU KPK disebut beberapa syarat krusial bagi pimpinan KPK, yaitu tidak pernah melakukan perbuatan tercela, memiliki integritas yang tinggi, dan mengumumkan kekayaan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebelumnya, 40 calon pimpinan KPK itu telah mengikuti ujian profile assesment yang dilakukan pada 8-9 Agustus 2019 di gedung Lemhanas, Jakarta. Dari 40 orang yang mengikuti profile assesment, latar belakangnya adalah akademisi/dosen 7 orang, advokat/konsultan hukum 2 orang, jaksa 3 orang, pensiunan jaksa: 1 orang, hakim 1 orang, anggota Polri 6 orang, auditor 4 orang, komisi kejaksaan/komisi kepolisian nasional 1 orang, komisioner/pegawai KPK 5 orang, PNS 4 orang, pensiunan PNS 1 orang dan lain-lain 5 orang.

Profile assesment tersebut merupakan kelanjutan tes psikologi yang dilakukan pada 28 Juli 2019 terhadap 104 capim, namun berdasarkan hasil yang diumumkan oleh pansel pada 5 Agustus 2019, hanya ada 40 kandidat yang lolos seleksi dan dapat melanjutkan ke tahap selanjutnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement