Selasa 20 Aug 2019 01:27 WIB

Walikota Yakin Warga Bekasi Ingin Gabung ke DKI

Bekasi memiliki kedekatan administratif dan sejarah dengan DKI Jakarta.

Rep: Riza Wahyu Pratama/ Red: Dwi Murdaningsih
Peserta mengikuti kegiatan Senam Spartan Komando (Sparko) di Stadion Patriot Candrabhaga, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (6/8/2019).
Foto: Antara/Suwandy
Peserta mengikuti kegiatan Senam Spartan Komando (Sparko) di Stadion Patriot Candrabhaga, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (6/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Wacana masuknya Kota Bekasi ke DKI Jakarta didorong oleh munculnya wacana pembentukan Provinsi Bogor Raya. Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi menepis anggapan, wacana tersebut dikemukakan karena DKI Jakarta memberikan dana lebih besar ketimbang Jawa Barat. Menurutnya, wacana tersebut dibuat karena Kota Bekasi memiliki kedekatan administratif dan sejarah dengan DKI Jakarta.

"Kita sampaikan, Bekasi itu polisinya sudah ke polda metro jaya. Tentaranya ke Jayakarta. Administratif hirarkisnya juga lebih dekat ke Jakarta," kata Rahmat saat ditemui Republika.co.id seusai apel pagi, Senin (19/8).

Baca Juga

Selain masalah administratif, kedekatan Kota Bekasi dengan DKI Jakarta juga disebabkan oleh latar belakang sejarah. Bekasi pernah menjadi bagian DKI Jakarta. Tahun 1950, Bekasi keluar dari Karesidenan Jatinegara. Tahun 1976, Cilincing dan Cakung diambil oleh DKI.

"Waktu itu kita (Bekasi) dapat stadion," ujarnya.

Ia memaparkan, rencana tersebut belum akan ditindaklanjuti. Meski demikian, Rahmat optimis, jika dilakukan jajak pendapat, sekitar 60-80 persen masyarakat Kota Bekasi menyepakati penggabungan itu.

"Katanya ada DKI Jakarta Tenggara, what ever-lah mau DKI Jakarta Tenggara atau apa. Sepanjang semuanya untuk kepentingan dan percepatan pembangunan, kenapa tidak?" ucapnya.

Anggota DPRD Kota Bekasi, Chairoman Juwono Putro memberikan beberapa catatan terhadap wacana itu. Menurutnya, penggabungan tersebut harus didasarkan pada kepentingan masyarakat.

"Jangan hanya karena latar belakang historis kerajaan. Terlalu jauh itu jika dibandingkan dengan konteks sosial politik hari ini," kata Chairoman saat dihubungi Republika.co.id.

Wacana penggabungan Kota Bekasi ke DKI Jakarta akan membutuhkan pengubahan Undang-Undang nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. Salah satu poin yang disoroti Chairoman adalah bentuk otonomi DKI yang hanya diberikan di tingkat provinsi. Sehingga, DKI Jakarta tidak memiliki wakil rakyat di tingkat kota.

"Sedangkan Kota Bekasi selama ini memiliki DPRD yang ada hingga tingkat kota. Kalau jadi bergabung ya UU tersebut harus disesuaikan. Jangan sampai Kota Bekasi kehilangan ke-khas-annya yang telah lama memiliki DPRD," ujarnya.

Politisi PKS yang dicalonkan sebagai Ketua DPRD Kota Bekasi itu juga berharap agar wacana tersebut dikaji secara mendalam, "Jangan sampai ketika gabung nanti, ada pembentukan dinas baru, kemudian membutuhkan rekrutmen baru. Hal itu jangan sampai membebani Kota Bekasi nantinya," ucapnya.

Di sisi lain, salah satu sejarawan Bekasi, Ali Anwar merespon positif wacana tersebut. Ia menilai, rencana tersebut bukanlah penggabungan daerah. Akan tetapi, hal itu merupakan kembalinya Bekasi ke masa sebelumnya. Pasalnya dalam sejarah Indonesia, Bekasi pernah menjadi bagian dari Jakarta.

Ali juga menyoroti soal pendidikan tingkat SMA. Ia menceritakan, ketika kewenangan mengelola SMA berada di kabupaten/kota, Pemkot Bekasi telah menggatiskan biaya sekolah SMA. "Tapi kewenangannya kemudian diberikan kepada Provinsi Jawa Barat. Sekarang sekolah SMA tidak lagi gratis," kata Ali saat dihubungi Republika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement