Senin 19 Aug 2019 07:15 WIB

Kemarau Panjang Picu Kenaikan Harga Pangan

Harga cabai telah mengalami kenaikan signifikan dalam sebulan terakhir.

Petani memilah bulir padi yang masih bisa dipanen di area persawahan Pattallassang yang terdampak kekeringan, Gowa, Sulawesi Selatan, Senin (22/7/2019).
Foto: Antara/Arnas Padda
Petani memilah bulir padi yang masih bisa dipanen di area persawahan Pattallassang yang terdampak kekeringan, Gowa, Sulawesi Selatan, Senin (22/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau tahun ini berlangsung lebih panjang. Sebagian besar wilayah Indonesia baru akan memasuki musim hujan pada awal November atau mundur 10-30 hari dari perkiraan sebelumnya, yakni pada Oktober.

Mundurnya musim hujan dikhawatirkan memicu kenaikan harga komoditas pangan. Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) menyatakan, harga bahan pokok, seperti cabai, telah mengalami kenaikan signifikan dalam sebulan terakhir. Ikappi menduga kenaikan tersebut karena dampak musim kemarau yang membuat pasokan air di sentra-sentra cabai terbatas.

Ketua Umum Ikappi Abdullah Mansuri mengatakan, harga riil cabai rawit merah sudah mencapai Rp 100 ribu per kilogram. Sementara, cabai jenis lain, seperti cabai keriting merah dan cabai merah, sekitar Rp 80 ribu per kg. "Sejak lima tahun terakhir harga cabai memang selalu naik saat musim kemarau. Ini contoh langsung dampak kemarau," kata Mansuri kepada Republika, Ahad (18/8).

Mansuri mengatakan, harga cabai pada saat Hari Raya Idul Fitri lalu cenderung terkendali karena bertepatan dengan musim panen. Namun, saat menjelang Hari Raya Idul Adha, harga cabai rawit merah terus melonjak. Padahal, kata dia, tingkat permintaan cenderung normal.

Namun, jumlah pasokan yang didistribusikan ke pasar mengalami penyusutan dari biasanya meskipun frekuensi pengiriman cabai dari setiap sentra tetap normal. "Komoditas lainnya, seperti bawang merah dan sayur-mayur, harganya juga relatif tinggi," kata dia.

Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), rata-rata nasional harga cabai rawit merah hingga Jumat (16/8) sebesar Rp 79 ribu per kg. Sementara, cabai rawit merah dihargai Rp 62.500 per kg, cabai merah besar Rp 67.200 per kg, dan cabai merah keriting Rp 69.800 per kg.

Di Kota Bandar Lampung, harga cabai merah dan cabai rawit di pasar tradisional masih bertahan Rp 100 ribu per kg. Pedagang cabai di Pasar Induk Tamin Bandar Lampung Harsono (55 tahun) mengatakan, harga cabai merah dan cabai rawit belum ada tanda-tanda turun Idul Adha sudah berlalu. Bahkan, ujar dia, harga cabai rawit makin mahal dibandingkan dengan harga cabai merah.

“Kalau cabai merah, sudah Rp 100 ribu, menyusul cabai rawit yang bertahan sejak sebelum Idul Adha. Sebelumnya, harga cabai merah masih berkisar Rp 80 ribu sampai Rp 85 ribu per kilogram,” katanya.

Menurut dia, sejak harga cabai mahal dan pembeli dengan jumlah banyak berkurang, ia mengurangi stok dagangan karena khawatir cabai yang ada tersisa dan membusuk. “Saya hanya menyetok sedikit karena yang beli tidak sampai 1 kilogram,” tuturnya.

Mahalnya harga cabai juga terpantau di Pasar Tani Kemiling. Mahalnya harga cabai membuat ibu-ibu rumah tangga mengurangi pembelian cabai untuk stok sepekan.

Menurut pedagang cabai merah dan rawit, harga cabai sudah mahal sejak sebelum bulan Ramadhan. Kenaikan terus terjadi hingga mendekati Idul Adha lalu. Namun, setelah Lebaran Haji, harga cabai tidak kunjung turun.

“Lebaran Haji sudah, Hari Kemerdekaan sudah, tapi harga cabai tidak turun-turun. Kami tidak tahu apa penyebabnya, soalnya stok cabai masih banyak,” ujar Lekmin, pedagang cabai dan sayuran di Pasar Tani Kemiling.

Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan produksi cabai pada musim kemarau tahun ini tidak akan terganggu. Kenaikan harga cabai yang tengah terjadi merupakan imbas dari berkurangnya produksi sejak kejatuhan harga sekitar enam bulan lalu yang membuat petani beralih ke tanaman lain.

Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto mengatakan, tanaman cabai tidak membutuhkan air banyak seperti padi. Menurut dia, para petani bahkan melakukan penyiraman maksimal selama tiga hari sekali untuk menjaga produktivitas dan kualitas cabai. "Artinya, yang penting ada air walaupun tidak banyak. Ini harus diketahui," kata Prihasto kepada //Republika//, Ahad (18/8).

Ia menuturkan, penanaman cabai telah dilakukan dan diharapkan pada September-Oktober mendatang produksi kembali stabil sehingga harga kembali normal. Kementan, kata Prihasto, sudah menyusun pola tanam berbasis kebutuhan riil di masing-masing daerah.

Daerah yang minus produksi terhadap kebutuhan akan dipenuhi dari hasil produksi yang surplus di sekitarnya. Cara tersebut mulai diterapkan sehingga distribusi cabai lebih teratur dan potensi kenaikan harga bisa diminimalkan. "Ini sudah dipetakan dan semua datanya ada. Ini bisa digunakan sebagai patokan untuk memenuhi kebutuhan pasar," ujar dia.

Menurut Prihasto, harga ideal cabai di tingkat petani sebesar Rp 25 ribu-Rp 30 ribu per kg, bergantung pada jenisnya. Harga tersebut akan membuat petani tidak melakukan pengalihan tanaman ke komoditas lain karena sudah cukup menguntungkan. Oleh karena itu, ia memastikan kebutuhan cabai akan terpenuhi seiring musim tanam yang telah berlangsung.

photo
Warga melintas di dekat tambak yang kering akibat musim kemarau di kawasan Ladong, Aceh Besar, Aceh, Selasa (9/7/2019).

Beberapa bulan lalu, harga cabai sempat jatuh hingga menyentuh Rp 5.000 per kg. Hal itu membuat petani tidak melakukan kegiatan panen karena pendapatan dari penjualan cabai tidak mampu menutupi biaya panen. Pengeluaran terbesar digunakan untuk membayar tenaga buruh tani.

Sementara kegiatan panen dihentikan, petani mengganti tanaman dengan komoditas lain dan membuat produksi cabai terus berkurang. Prihasto menyebutkan, rata-rata komoditas alternatif yang ditanam petani cabai yakni jagung, kacang tanah, dan sayuran. Dengan alasan tersebut, Prihasti menuturkan bahwa kenaikan cabai yang saat ini terjadi bukan disebabkan musim kemarau yang membuat cadangan air di sentra produksi berkurang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement