REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengungkapkan perbedaan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) beberapa tahun lalu dengan saat ini. Mabes Polri mencatat saat ini ada sekitar 100 kasus dugaan pidana karhutla yang terjadi di Sumatra dan Kalimantan.
"Kalau diperbandingkan dengan yang lalu, dulu padat asapnya tapi kurang titik panasnya, sekarang ini titiknya banyak tapi kepadatannya kurang," kata Moeldoko di Jakarta, Kamis (15/8).
Ia menyebutkan, banyaknya titik panas itulah yang menimbulkan masalah karena memerlukan kekuatan besar karena terpencar-pencar. Dalam kesempatan tersebut, Moeldoko menanggapi adanya fakta bahwa karhutla di beberapa daerah sudah mendekati lahan dan tempat tinggal penduduk.
"Sebetulnya kita sudah melakukan pengerahan yang cukup besar. Kita juga mengambil langkah-langkah law enforcement. Saya sudah bicara lanjang lebar dengan Menteri LHK," katanya.
Moeldoko juga menyebutkan, pemerintah melakukan tindakan keras terhadap para pelanggar penyebab karhutla apakah itu korporasi maupun perorangan. "Memang tidak mudah karena sumber titik panasnya itu banyak," katanya.
Ia menyebutkan sejauh ini personel untuk mengatasi karhutla juga sudah disebar di seluruh kawasan terlanda karhutla. "Sudah pasti Panglima TNI dan Kapolri dan pihak lain juga BRG sudah mengambil langkah-langkah mengatasi situasi saat ini," katanya.
Ketika ditanya apakah kondisi karhutla saat ini disengaja setelah beberapa tahun tidak ada, Moeldoko menilai karhutla karena gejala alam. "Ada elnino yang berlangsung cukup panjang sehingga yang terjadi sekarang karena kondisi alam diperburuk dengan perilaku manusia yang menyebabkan karhutla," katanya.