Kamis 15 Aug 2019 18:44 WIB

Kekeringan di Yogya Berpotensi Meluas

Setidaknya 109 desa di Yogya berpotensi mengalami kekeringan.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Nur Aini
Ilustrasi kekeringan.
Foto: ANTARA FOTO/Abriawan Abhe
Ilustrasi kekeringan.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Bencana kekeringan yang terjadi di DI Yogyakarta berpotensi meluas. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY memperkirakan setidaknya 109 desa memiliki potensi kekeringan.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) DIY sudah mencatat musim kemarau terjadi sejak April-Mei 2019. Hari tanpa hujan (HTH) berurutan umumnya terjadi selama 31-60 hari. Mereka memprakirakan puncak musim kemarau terjadi pada Agustus ini. Sedangkan, periode pancaroba atau peralihan musim kemarau ke musim hujan diprakirakan akan berlangsung September-Oktober mendatang.

Baca Juga

Kepala Pelaksana BPBD DIY, Biwara Yuswantana mengatakan, peringatan dini kekeringan diberikan kepada semua kabupaten baik Kabupaten Bantul, Gunungkidul, Kulonprogo, dan Kabupaten Sleman. Hanya Kota Yogyakarta yang sejak 7 Juli lalu tidak mendapat peringatan dengan HTH 31-60 hari.

"Kekeringan yang terjadi di sekitaran DIY itu merupakan kekeringan meteorologis yaitu, berkurangnya curah hujan dari keadaan normalnya dalam jangka waktu yang panjang (bulanan, dua bulanan, tiga bulanan dan seterusnya)," kata Biwara, Kamis (15/8).

Bupati Bantul dan Bupati Gunungkidul telah mengeluarkan surat keputusan status siaga darurat. Kabupaten Bantul menetapkannya mulai 15 Juli-15 Desember 2019.

Sedangkan, Kabupaten Gunungkidul menetapkannya mulai 2 Mei-31 Oktober 2019. Meski begitu, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Kulonprogo hingga kini belum mengeluarkan status tersebut.

Data BPBD menunjukkan Kabupaten Gunungkidul jadi daerah yang paling banyak memiliki titik berpotensi kekeringan. Sedangkan, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulonprogo memiliki potensi yang hampir sama. Potensi kekeringan di Kabupaten Gunungkidul mencakup 14 kecamatan mulai Girisubo, Paliyan, Purwosari, Rongkop, Tepus, Ngawen, Ponjong, Semin, Patuk, Semanu, Panggang, Gedangsari, Tanjungsari dan Nglipar.

Potensi itu mencakup sebanyak 78 desa dan 421 dusun. Untuk Bantul kekeringan berpotensi terjadi di lima kecamatan dan Kulonprogo berpotensi terjadi di enam kecamatan. Di Kabupaten Bantul, kekeringan berada di Kecamatan Imogiri, Piyungan, Pleret, Pandak dan Kecamatan Dlingo yang mencakup tujuh desa, 16 dusun, 1.288 kepala keluarga, dan sekurang-kurangnya 751 jiwa dari empat kecamatan.

Sedangkan, di Kabupaten Kulonprogo, kekeringan berada di di Samigaluh, Kalibawang, Kokap, Pengasih, Girimulyo, dan Panjatan yang mencakup 24 desa, 96 dusun, 5.426 kepala keluarga, dan 8.592 jiwa dari empat kecamatan.

Biwara menuturkan, Pusdalops BPBD DIY telah melakukan koordinasi dengan berbagai instansi terkait khususnya, BPBD Gunungkidul, Bantul Kulonprogo, dan BPBD Sleman. Ia menekankan, hingga kini aktivitas droping air terus dilakukan baik oleh BPBD maupun menggandeng mitra-mitra BPBD. Pendataan terhadap lahan puso turut dilakukan.

"Pusdalops telah melakukan koordinasi dengan berbagi instansi yang berkaitan dengan kekeringan, seperti Dinas Pertanian DIY, untuk melakukan pendataan lahan puso," ujar Biwara. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement