REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah pada Rancangan APBN Perubahan Tahun Anggaran 2018. Pada Selasa (13/8) tim penyidik KPK menggeledah tiga lokasi.
"Dalam Penyidikan perkara dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah pada Rancangan APBN Perubahan Tahun Anggaran 2018, tim KPK lakukan penggeledahan di 3 lokasi di Dumai tersebut," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah dalam pesan singkatnya, Selasa (13/8).
Tiga lokasi tersebut adalah Kantor Dinas Kesehatan Kota Dumai; Kantor LPSE Kota Dumai dan Rumah Dinas Walikota Dumai. Menurut Febri, dari lokasi diamankan sejumlah dokumen terkait lelang proyek-proyek di kota Dumai yang berasal dari alokasi dana perimbangan keuangan daerah.
KPK menetapkan Wali Kota Dumai, Zulkifli Adnan Singkah sebagai tersangka suap dan gratifikasi. Pada perkara pertama, Zulkifli diduga telah menyuap pejabat Kementeriaan Keuangan (Kemenkeu) Yaya Purnomo dan koleganya sebesar Rp550 juta.
Suap diduga terkait pengurusan anggaran DAK APBN-P Tahun 2017 dan APBN Tahun 2018 Kota Dumai. Penetapan tersangka terhadap Zulkifli ini merupakan pengembangan dari perkara suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018.
Dalam perkara itu, KPK lebih dulu menetapkan empat orang tersangka yakni Anggota Komisi XI DPR, Amin Santono; perantara suap, Eka Kamaluddin; Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Yaya Purnomo; serta kontraktor, Ahmad Ghiast. Keempatnya telah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Sedangkan pada perkara kedua, Zulkifli diduga menerima gratifikasi berupa uang Rp50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta. Gratifikasi tersebut diduga berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Untuk perkara pertama, Zulkifli disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Pada perkara kedua Zulkifli dijerat Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.