Selasa 13 Aug 2019 07:23 WIB

Komentar Ridwan Kamil Soal Pembentukan Provinsi Bogor Raya

Urgensi dari pemekaran itu untuk kepentingan menguatkan pelayanan publik.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil
Foto: Republika/Edi Yusuf
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil (Emil) tidak sepakat dengan usulan mengenai pembentukan Provinsi Bogor Raya. Menurut dia, pemekaran wilayah tingkat dua lebih penting daripada membentuk provinsi baru.

"Justru yang paling urgent sekarang itu pemekaran kabupaten-kabupaten menjadi kota tingkat II karena aksi utama dari palayanan publik itu bukan di provinsi. Itu dalam pandangan saya," ujar Emil di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Senin (12/8).

Emil menjelaskan, urusan pelayanan publik sebagian besar berada di kabupaten dan kota sehingga pemekaran wilayah tingkat dua menjadi hal yang lebih utama didorong, bukan pembentukan provinsi. Selain itu, beberapa pemerintahan tingkat dua memiliki luas wilayah besar. Hal itu akan berdampak pada masyarakat pelosok yang mengeluhkan jauhnya jarak pengurusan administrasi.

"Kalau kabupaten terlalu luas, seperti Cianjur, Bogor, Indramayu, Garut, Tasikmalaya, maka jangan heran ada cerita ngurus KTP enam jam ke kantor pelayanan, pulang lagi enam jam," kata Emil.

Di sisi lain, Emil sepakat dengan usulan wali kota Bogor yang ingin mengambil tiga kecamatan milik Kabupaten Bogor. Menurut dia, tujuan pemekaran yang mengarah pada peningkatan pelayanan publik memang dibutuhkan.

"Namanya cita-cita mah boleh saja. Kan itu kompromi politik. Saya orangnya logis. Saya menyatakan urgensi dari pemekaran itu untuk kepentingan menguatkan pelayanan publik," kata Emil.

Sementara, Emil menyambut positif wacana aparatur sipil negara (ASN) untuk bekerja di rumah. Menurut dia, pada era 4.0 saat ini ASN pun tak harus bekerja dari kantor.

Emil mengatakan, dalam sebuah pekerjaan lebih mengutamakan produktivitas pegawai terhadap hal yang dikerjakan. "Jadi, asal bisa menyesuaikan selama target dan produktivitas, bisa dipertanggungjawabkan," ujar Emil.

Meski demikian, kata Emil, meski bekerja dari rumah, ASN tersebut tetap dipantau. Pihaknya tidak menginginkan wacana tersebut justru menimbulkan dampak negatif. Ketika diterapkan, pekerjaan yang ASN tidak boleh terbengkalai dan merugikan masyarakat.

Perkembangan teknologi, lanjut Emil, memungkinkan sejumlah bidang pekerjaan bisa dilakukan dari rumah. Terlebih bila pekerjaan tersebut berhubungan dengan media sosial atau informasi aduan dari masyarakat. "Aduan online kan bisa dikerjakan di mana saja tanpa harus bertemu orang," kata Emil.

Meski demikian, pihaknya mengakui tidak semua posisi ASN bisa menerapkan metode bekerja dari rumah. Emil pun meminta pemerintah pusat tetap melakukan kajian dan bereksperimen. "Karena pasti ada plus minusnya," kata Emil.

Sebelumnya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokraasi (Kemenpan RB) membuka wacana ASN bisa bekerja dari rumah. Kemepan RB menyebutkan, kepintaran ASN dalam menggunakan teknologi menggiring sistem pemerintahan Indonesia ke birokrasi 4.0. n Arie Lukihardianti, ed: nora azizah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement