REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Pembinaan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Asrorun Ni’am Soleh menilai, Taruna Akademi Militer (Akmil) Enzo Zenz Allie punya hak yang sama sebagai sebagai warga negara untuk ikut berperan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keterlibatan Enzo melalui bela negara merupakan bagian dari partisipasi warga negara, khususnya kaum muda.
“Yang muncul belakangan ini yang menurut hemat kita paradoks, di satu sisi ada komitmen anak muda berprestasi dengan empat bahasa, warga negara Indonesia, karenanya dia punya hak yang sama untuk berpartisipasi,” kata Asrorun dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (10/8).
Namun, di sisi lain, lanjut Asrorun, muncul opini yang mempertanyakan komitmen Enzo terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan mengaitkannya dengan radikalisme. Menyikapi hal tersebut, Asrorun menilai, perlu ada verifikasi di tengah masyarakat yang tumbuh di era digital seperti saat ini.
“Bisa jadi benar, masa lampau kemudian ada komitmen untuk memperbaiki, bisa jadi tidak benar. Di sinilah pentingnya langkah-langkah klarifikasi, langkah-langkah tabayun di dalam proses memperoleh informasi,” ujar dia.
Kendati demikian, dia percaya, TNI telah memiliki mekanisme rekruitmen yang sangat profesional, terukur, serta terbuka. Banyak yang merupakan anak dari pejabat di TNI yang tidak lolos akmil. “Tetapi, cukup banyak anak-anak nelayan, petani, karena kemampuan dia, karena memenuhi standar untuk menjadi taruna, termasuk adalah Enzo,” kata dia.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Sisriadi sebelumnya mengatakan, TNI sedang mendalami informasi yang menyebut Enzo Zenz Allie sebagai simpatisan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sisriadi menyebutkan, tanpa adanya isu tersebut, TNI sudah dan terus melakukan penelusuran mental dan ideologi seluruh peserta didik selama mengikuti pendidikan di Akmil.
Nama Enzo Zens Ellie (18) menjadi sorotan publik saat perbincangan dirinya dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dengan menggunakan bahasa asing viral di banyak media. Diketahui, perbincangan itu terjadi kala Panglima memanggil Enzo saat ujian akhir memasuki akademi militer (akmil) di Magelang.
Enzo lahir di Bandung pada 2001 yang merupakan keturunan Prancis dari darah ayahnya. Sementara, ibunya warga negara Indonesia yang berasal dari Sumatra Utara.
Juru Bicara Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto mengatakan, BIN menyerahkan sepenuhnya kepada TNI sebagai pihak yang melakukan seleksi. “Ini otoritas dari pihak panitia seleksi, untuk selanjutnya bagaimana keputusan yang ada ya dipersilahkan karena kita juga tidak ingin terjebak dalam sebuah asumsi saja atau juga, apalagi fitnah, misalnya,” kata Wawan.
Menurut dia, semua pihak harus objektif dan mau mendengar keterangan dari berbagai sumber. Termasuk, keterangan dari pihak keluarga, komunitas, dan masyarakat. Kendati demikian BIN tetap akan memberikan rekomendasi terkait hal ini. Namun, keputusan akhir tetap diberikan penuh kepada TNI sebagai pihak yang menyeleksi.
Dia berharap, TNI terus melakukan pembinaan terhadap Enzo. Hal itu lantaran usia Enzo masih sangat muda. Oleh karena itu, TNI diharapkan terus memantau perkembangan Enzo selama menjalani pendidikan di akmil.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Ferdinandus Setu mengaku, hingga saat ini Menkomifo belum diminta untuk memverifikasi akun media sosial Enzo. “Kami belum diminta untuk verifikasi, kalau diminta kami baru akan lakukan itu,” kata Ferdinandus.
Ferdinandus menerangkan bahwa persoalan Enzo termasuk urusan khusus di bawah TNI. Sehingga, Kemenkominfo baru akan bergerak untuk membantu apabila diminta oleh TNI.
Enzo Zens Ellie (18) keturunan Perancis saat menjadi santri di Pesantren Al Bayan, Anyer, Serang. Santri yang bercita-cita menjadi TNI sejak kecil ini akhirnya lolos dalam seleksi masuk Akademi Militer (Akmil) Magelang.
Kepala Sekolah Pesantren Al Bayan, Kecamatan Anyer, Serang, Banten, Deden Ramdani, yang merupakan tempat Enzo bersekolah saat jenjang SMA menepis isu yang dilayangkan pada muridnya. Menurutnya, kecintaan Enzo pada NKRI dapat dilihat dari tekadnya sejak kecil yang ingin masuk menjadi anggota TNI.
“Kecintaan Enzo pada Indonesia ini bisa dilihat dari keinginannya menjadi TNI sejak kecil dan upaya panjang yang sudah dia lakukan selama ini,” kata Kepala Sekolah Pesantren Al Bayan, Deden Ramdani.
Pendidikan yang diajarkan di Pesantrennya juga diklaim beraliran Ahlussunnah wal jamaah dan kecintaan kepada negara kebangsaan. Hal ini juga yang diajarkan kepada Enzo selama tiga tahun muridnya ini menetap di pesantren. “Aliran kami ini jelas, Ahlu sunnah wal jamaah. NKRI harga mati, jadi jangan ragukan itu,” ujar dia.
n febrianto adi saputro/alkhaledi kurnialam ed: mas alamil huda