Jumat 09 Aug 2019 10:53 WIB

Jikalahari: Kemarau Kena Polusi Asap, Riau Banjir Saat Hujan

Jikalahari menyebut masyarakat Riau hanya kenal "iklim bencana".

Sejumlah pengendara kendaraan bermotor melintas di atas jembatan Siak IV yang diselimuti kabut asap dampak kebakaran hutan dan lahan, di Pekanbaru, Riau, Selasa (6/8/2019).
Foto: Antara/Rony Muharrman
Sejumlah pengendara kendaraan bermotor melintas di atas jembatan Siak IV yang diselimuti kabut asap dampak kebakaran hutan dan lahan, di Pekanbaru, Riau, Selasa (6/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari)  menyebut Riau merana setelah setahun pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi 2018-2038. Jikalahari mengatakan, masyarakat Riau hanya kenal "iklim bencana".

"Di musim kemarau menghirup polusi asap, di musim penghujan terkena banjir," kata Wakil Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setiyo di Jakarta, Jumat.

Okto mengatakan, musim hujan dan kemarau mengancam keselamatan masyarakat Riau. Itu terjadi karena buruknya pengaturan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Provinsi Riau

Buruknya iklim di Riau tak hanya menimpa masyarakat biasa. Bahkan, Okto menceritakan, Gubernur Riau Syamsuar pun mengaku terkena infeksi saluran pernapasan (ISPA) akibat kabut asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) gambut yang kembali terjadi di Riau sejak Januari 2019.

photo
Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pekanbaru dibantu Pemadam Kebakaran Kota Pekanbaru berjibaku memadamkan bara api yang membakar lahan gambut ditengah pekatnya asap kebakaran lahan di Pekanbaru, Riau, Selasa (6/8/2019).

Kabut asap menyebabkan 1.760 warga terserang ISPA. Tercatat sejak 2015, enam warga meninggal dunia terkena polusi asap karhutla dan 104.408 warga terkena ISPA.

Bencana di musim penghujan tak kalah mirisnya.Juni 2019, warga Pekanbaru, Yeni Riski Purwati (27), meninggal terseret banjir di kota Pekanbaru. Sepanjang 2008-2019, sebanyak 53 orang meninggal dunia di Riau dan ribuan warga mengungsi setiap tahunnya akibat terdampak banjir.

Okto mengatakan, Jikalahari mencoba memberi masukan soal KLHS sebelum Perda disahkan, namun masukan itu tidak diakomodir. Malah, menurut Okto, hasil laporan final KLHS yang tidak pernah diparipurnakan tiba-tiba saja sudah menjadi lampiran KLHS dalam Perda RTRW Provinsi Riau. Padahal KLHS itu belum disetujui oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar.

"Padahal salah satu muatan KLHS berupa daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup agar masyarakat selamat dari banjir dan karhutla," kata Okto.

Ia mengatakan, selain daya dukung dan tampung lingkungan hidup, kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) juga memuat dampak dan risiko, kinerja ekosistem atau jasa, efisiensi pemanfaatan Sumber Daya Alam, ketahanan keanekaragaman hayati, dan kapasitas terhadap perubahan iklim.

"Saya kira dampaknya yang terjadi hari ini. Kebakaran hutan dan lahan kembali terjadi karena tidak ada evaluasi menyeluruh dan RTRW yang disusun tidak menjadi solusi. Kemudian Januari sampai Juni kemarin itu tiga orang meninggal diterkam harimau," ujar Okto.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement