Rabu 07 Aug 2019 20:14 WIB

Politikus Golkar: Ada Beda Pendapat Soal Mengembalikan GBHN

Perbedaan pendapat soal apakah GBHN sebuah program atau regulasi.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Ketua Fraksi Partai Golkar di MPR, Agun Gunadjar Sudarsa.
Foto: mpr
Ketua Fraksi Partai Golkar di MPR, Agun Gunadjar Sudarsa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi Partai Golkar di MPR RI Agun Gunadjar Sudarsa menilai wacana kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) masih perlu dilakukan kajian mendalam. Apalagi, menurutnya, pandangan tiap fraksi terkait wacana GBHN tersebut masih belum secara utuh.

"Masih ada sudut pandang yang berbeda," ujar Agun ditemui di Jakarta, Rabu (7/8).

Baca Juga

Ia mengungkapkan masih ada pandangan yang menganggap bahwa GBHN bukanlah sebuah program, melainkan kebijakan yang bersifat regulasi. Sebagai regulasi, ada konsekuensinya jika tidak dilaksanakan.

"Jadi bagaimana kita membuat GBHN itu sebagai sebuah garis garis besar sebagai haluan negara yang mengatur secara rinci detail," katanya.

Ia pun mencontohkan bagaimana UUD tersebut diturunkan, seperti istilah 'sebesar-besar kemakmuran rakyat' dinormakan kedalam sebuah regulasi. Selain itu, GBHN juga harus menjelaskan bagaimana menerjemahkan istilah 'mencerdaskan kehidupan bangsa' ke dalam sebuah aturan kebijakan. 

"Apakah UU yang ada yang dilakukan oleh DPR dan pemerintah hari ini itu masih relevan dengan pasal pasal yang ada di UUD, itu semuanya yang menjadi garis-garis besar dari pada haluan negara," paparnya. 

Akan tetapi, Agun menambahkan, secara filosofis Golkar menganggap GBHN penting diberlakukan kembali. Namun secara regulasi, aturan masih harus perlu dikaji lagi.

"Tidak bisa serta merta," jelasnya.

Selain itu, ia juga menilai GBHN bisa saja diberlakukan pada periode MPR mendatang jika semua pihak mau bekerja secara cepat dan masih dalam format GBHN yang sama. Namun, ia menganggap perbedaan pandangan di tiap fraksi lah yang membuat GBHN akan sulit disepakati untuk diberlakukan.

"Bagaimana kita mengerjakan yang masih berbeda sudut pandangnya," katanya.

Ia pun mengaku heran mengapa hingga saat ini rekomendasi untuk melakukan amandemen terbatas belum juga dilakukan pada MPR periode ini. Padahal, rekomendasi tersebut sudah disampaikan sejak tahun 2014.

"Harusnya itu dikerjakan, tapi yang disayangkan tidak dikerjakan rekomendasi (amandemen)," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement