Selasa 06 Aug 2019 12:12 WIB

Catatan Bawaslu untuk KPU Jelang Pilkada 2020

Ada delapan poin catatan Bawaslu untuk KPU.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andri Saubani
Anggota Bawaslu Fritz Siregar.
Foto: Republika/Bayu Adji P
Anggota Bawaslu Fritz Siregar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyampaikan catatan-catatan umum untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam persiapan Pilkada 2020 mendatang. Koordinator Divisi Hukum Bawaslu Fritz Edward Siregar menyebutkan ada delapan poin dalam catatan tersebut.

Pertama, terkait naskah perjanjian hibah daerah (NPHD). Menurut Fritz, pengalaman dari pilkada sebelumnya terdapat penundaan pelaksanaan pilkada di beberapa daerah sebagai akibat terhalangnya pencairan NPHD.

Baca Juga

"Kedua, (isu) pendaftaran calon dan pasangan calon tunggal," ujar Fritz dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/8).

Ia menjelaskan, terdapat calon tunggal yang jumlahnya selalu meningkat. Hal itu terlihat dari penyelenggaraan Pilkada Serentak 2015, 2017, dan 2017.

Ketiga, pemutakhiran daftar pemilih tetap (DPT). Menurut Fritz, pemutakhiran data pemilih dapat menggunakan data terbaru dari Pemilu 2019. Daftar pemilih itu hasil pemutakhiran terhadap pemilih khusus yang telah diakomodasi melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 20/PUU-XVII/2019.

"Dan disesuaikan dengan daftar pemilih potensial pilkada," kata dia.

Keempat, tentang partisipasi pemilih. Patokan secara nasional yakni partisipasi pemilih dalam Pemilu 2019 yang mencapai 81 persen. Kelima, perlu diperhatikan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, Polri, dan penyelenggara pemilu.

"Unsur ASN, TNI, Polri, dan penyelenggara pemilu adalah bagian dari pelaksanaan Pilkada yang bersih dan imparsial," jelas Fritz.

Kemudian keenam mengenai logistik pemilihan. KPU diimbau menakar kebutuhan dan mengawasi kelengkapan logistik Pilkada di masing-masing daerah pemilihan.

Penakaran itu dilakukan agar tidak terjadi kekurangan dan kesalahan dalam pendistribusian logistik. Ketujuh isu politik uang, hoaks, dan politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (sara).

Pada pelaksanaan Pilkada 2020 nanti, lanjut Fritz, dibutuhkan mekanisme kontraproduksi terhadap hoaks dan politisasi sara. Sementara, politik uang yang juga menjadi persoalan berulang dalam Pilkada membutuhkan penanganan ekstra untuk menjerat unsur subjek pelaku maupun penerima politik uang.

Catatan kedelapan untuk KPU, Bawaslu meminta agar regulasi pelaksanaan pilkada harus ditata dengan komprehensif. Sebab, aspek regulasi menjadi instrumen paling penting dalam melaksanakan Pilkada 2020.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement