REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk lebih tegas dalam mengusut kasus korupsi di proyek Meikarta. Anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Daeng Muhammad mengatakan, jika memang sudah ditemukan alat bukti, KPK harus berani langsung menetapkan tersangka.
Tindakan tegas di atas hukum ini tidak hanya pada personal-personal saja, kata dia, tapi juga untuk pihak-pihak lain yang didiga terlibat. “Maksudnya, kalau personal kena kenapa korporasi tidak. Siapapun ini, bukan terkait Lippo saja,” kata Daeng, Senin (5/7).
Ia mengatakan, DPR maupun masyarakat tentu akan selalu mendukung KPK dalam memberantas korupsi. “Kan KPK dalam menemukan alat bukti minimal ada dua alat bukti. Kalau terbukti ada kejahatan korporasi disitu, ya harus diusut. Agar terpenuhi keadilan di masyarakat,” ujar dia.
Menurut dia, KPK layak diapresiasi setelah sebelumnya juga pernah menjadikan beberapa korporasi sebagai tersangka korupsi. Dia mencontohkan, PT Palma Satu sebagai tersangka korporasi dalam pengembangan kasus suap yang membelit mantan Gubernur Riau Annas Maamun. Lalu ada PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk (DGIK) yang seblumnya bernama PT Duta Graha Indah (DGI) terkait perkara korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Khusus Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana TA 2009-2010.
“Prinsip dasarnya kalau terpenuhi alat bukti, KPK jangan cuma bikin wacana di media saja,” ujarnya. Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, pada Selasa (30/7) mengungkapkan, KPK telah mengidentifikasi dugaan suap perizinan ini dilakukan untuk keuntungan korporasi. Namun KPK masih belum menyimpulkan lebih lanjut ikhwal keterlibatan korporasi dalam dugaan suap yang sudah menjerat Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan eks Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro itu.
Febri menyatakan, KPK akan menelusuri lebih lanjut bagaimana posisi pihak-pihak yang terlibat, termasuk pihak yang telah diproses dalam kasus ini. "KPK memastikan pengembangan perkara akan terus dilakukan. Kami sudah melihat bagaimana posisi orang-orang tersebut, apakah dia sebagai personifikasi dari korporasi atau dia menjalankan tugasnya sebagai pelaksana tugas resmi dari korporasi atau berjalan sendiri sebagai personel saja," ucap Febri.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, dalam konferensi pers penetapan tersangka baru di kasus Meikarta menyebutkan, Billy Sindoro selaku Direktur Operasional Lippo Group kala itu ditugaskan untuk mengurus izin pemanfaatan penggunaan tanah (IPPT) pembangunan Meikarta di Bekasi, Jawa Barat. Selain Billy, sejumlah orang dari PT Lippo Cikarang, antara lain eks Presiden Direktur Lippo Cikarang, Bartholomeus Toto, Herry Jasmen, Taryadi, dan Fitra Djaja Purnama juga diduga punya peran sama.
"Terkait perusahaannya itu juga sama jawabannya. Nanti kita lihat proses berikutnya. Kalau memang kita bisa naikkan itu ke korporasinya, (kita lihat) sejauh apa keuntungan atau sesuatu yang diperoleh dari tindak pidana yang dilakukan," ucap Saut.