REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat empat orang meninggal dunia akibat gempa berkuatan 6,9 SR yang mengguncang Banten pada Jumat (2/8) malam. Korban meninggal dunia bukan disebabkan tertimpa reruntuhan, tetapi akibat kepanikan.
“Yang meninggal dunia ada empat orang di Sukabumi dan Pandeglang,” kata Plh Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Agus Wibowo dalam konferensi pers di Gedung BNPB, Jakarta Timur, Sabtu (3/8).
Agus memerinci, dua dari empat orang yang meninggal dunia berasal dari Kabupaten Lebak. Korban jiwa bernama Rasinah (48 tahun) yang meninggal karena serangan jantung, dan Salam (95 tahun) yang meninggal karena kelelahan saat dievakuasi.
Kemudian, satu korban meninggal berasal dari Desa Cikahuripan, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi atas nama Ajay (58 tahun), serta Ruyani (35 tahun) dari Desa Mekarmukti, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi.
Selain itu, dia melanjutkan, sebanyak empat orang mengalami luka-luka dan 223 unit rumah rusak. Empat fasilitas peribadatan, satu unit kantor desa, dua fasilitas pendidikan, dan tiga bangunan lainnya juga rusak. “Ini getarannya cukup membuat kerusakan pada bangunan yang strukturnya tak bagus,” ujar Agus.
Agus mengatakan Kepala BNPB telah berada di Pandeglang, Banten pada Sabtu pagi. BNPB langsung meninjau lokasi kejadian dan memastikan pelayanan publik terpenuhi. BNPB juga mengirim lima tim reaksi cepat di lokasi terdampak gempa, masing-masing di Lampung Selatan, Pandeglang, Serang, Lebak, dan Sukabumi untuk melakukan kaji cepat dan pendampingan terhadap BPBD.
Agus mengatakan BNPB, BPBD, kementerian/lembaga, TNI, Polri, dan relawan bersinergi untuk melakukan kegiatan darurat bencana. Agus memuji reaksi cepat masyarakat yang tinggal di tepi kawasan Pandeglang dan Lampung Selatan, karena langsung merespons dengan menjauh dari bibir pantai.