Sabtu 03 Aug 2019 08:14 WIB

The China Riot, Sarekat Islam, Kedjawen dan Diponegoro

Semangat Diponegoro muncul dan memicu persaingan antara Sarekat Islam, China, Kejawe

Cokro Aminoto dalam sebuah pertemuan Sarekat Islam
Foto: wikipedia
Cokro Aminoto dalam sebuah pertemuan Sarekat Islam

Oleh: Pof DR Ahmad Mansyur Suryanegara, Sejarawan

Pangeran Diponegoro mulai diasingkan 1830. Wafat 1855. Kalau 50 tahun setelah wafat, 1855 + 50 = 1905. Tepat 16 Oktober 1905, didirikanlah Sjarikat Dagang Islam (SDI) di Solo.Pendirinya adalah Hadji Samanhoedi.

Banyak penulis sejarah, mengikuti pendapat Residen Solo, SDI itu didirikan ketika ada Huru Hara Anti Cina (The China Riot) pada 1911 yang dibuat oleh lasykar Mangkunegara suruhan Residen Solo, yang merusak toko-toko Cina. Bukan oleh umat Islam. Tetapi dituduhkan SDI yang jadi pelakunya.

SDI dgn Pedagang Cina membuat organisasi kerjasama dagang namanya Khong Sing. Pemerintah Kolonial Belanda takut, Revolusi Cina dipimpin Dr Sun Yat Sen (1911) menular ke Indonesia. Maka dibuatlah The China Riot di Solo. Dan SDI dikambing hitamkan agar kerjasama SDI dengan Cina dalam Khong Sing, bubar.



Boedi Oetomo (BO) kelompok Priyayi Djawa Kedjawen, berpihak kepada penjajah Pemerintah Kolonilal Belanda. Menentang National Congres (Natico) Central Sjarikat Islam di Bandung ( 16-24 Juni 1916), yang menuntut Pemerintahan Sendiri (Zelf Bestuur). 
BO menolak Hindia Belanda merdeka hasil tuntutan Natico CSI.

Selain bikin kampanye Negara Djawa, juga menghina Rasulullah saw dan pimpinan Sarekat Islam, walau HOS Tjokroaminoto itu 'Priyayi Djawa' tapi bukan Kejawen. 
CSI melawan penghinaan dengan mendirikan Tentara Kandjeng Rasoeloellah Saw. 



Pada kurun waktu yang sama Priyayi Jawa, KH Achmad Dahlan (1912) mendirikan Perserikatan Moehammadijah di Yogyakarta. Gerakan ini ternyata ditandingi oleh gerakan Kedjawen Seloso Kliwon-nya Ki Hadjar Dewantara di Yogya (1922). Organisasi ini memang Pro Kedjawen.

Tapi Perserikatan Moehammadijah  terus melaju dan berkembang pesat. Tepat seratus tahun ditangkapnya Pangeran Diponegoro (1830 - 1931) menggelar konggres di Yogyakarta pada 8-11 Mei tahun 1931. Kala itu poster konggres, menampakkan Pangeran Diponegoro sebagai Priyayi Djawa, berdarah keturunan Sultan, tetapi mengenakan busana Islami.

Gambar mungkin berisi: 1 orang, teks

Di sini secara tersirat terlihat Persjarikatan Moehammadijah di tahun 1931, mengajak kelompok Kedjawen kembali ke Islam. Pangeran Diponegoro bukan Kedjawen, tetapi Islam. Karena Islam mengajak seruan yang ada di poster konggres itu yakni 'Memperoleh Kemenangan': Hayya 'Ala Falah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement