REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto mengusulkan agar makam Pangeran Diponegoro yang saat ini berada di Makassar dipindahkan ke Yogyakarta. Mengomentari usulan tersebut, Dosen Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM), Sri Margana menilai, pemindahan makam Pangeran Diponegoro bakal sulit dilakukan meski alih waris mengizinkan.
Sebab Diponegoro pernah dianggap oleh keluarga sultan sebagai seseorang yang melakukan makar lantaran mendeklarasikan dirinya sebagai raja baru. "Kan memang dalam Perang Diponegoro itu keluarga Kesultanan terpecah, bangsawan Yogya-Solo itu terpecah, antara yang mendukung dan yang tidak mendukung itu. Yang tidak mendukung itu terutama yang dipengaruhi atau takut oleh intervensi Belanda itu. Kemudian yang mendukung tentu yang kemudian ikut berperang melawan Belanda itu. Nah, tapi secara legal formal pada masa itu gerakan Diponegoro itu dianggap sebagai makar juga, karena mendeklarasikan diri sebagai raja baru," kata Margana kepada Republika.co.id, Sabtu (15/7/2023).
Margana mengatakan apalagi Sri Sultan Hamengkubuwono X juga telah mengagap pemindahan itu tidak perlu dilakukan. Hal tersebut menunjukkan dari sisi keluarga kerajaan juga tidak menghendaki terkait rencana pemindahan makam tersebut.
"Itu membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk bisa menerima situasi itu. Nah mungkin untuk menghindari berbagai hal yang tidak diinginkan, gitu ya, atau untuk menjaga marwah para leluhur yang dulu, leluhurnya Sultan yang dulu tidak setuju dengan perlawanan Diponegoro itu, mungkin memang lebih baik itu tidak perlu dipulangkan. Artinya keluarga Sultan sekarang, saya juga menyadari bahwa di masa lalu keluarga itu terpecah," ucapnya.
Ia menilai pemindahan makam tersebut dikhawatirkan akan memunculkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak tampak yang diyakini bagi kepercayaan orang Jawa. Sebab masyarakat Jawa begitu menjunjung tinggi prinsip 'mikul dhuwur mendem jero'.
"Orang Jawa kan punya prinsip itu, 'mikul dhuwur mendem jero' artinya jangan sampai orang yang sudah mati itu terungkit-ungkit kembali yang buruk harus dipendam dalam-dalam, kemudian ya hal hal yang baik kita tonjolkan," ungkapnya.
"Masalahnya bukan tidak mau menerima dia sebagai pahlawan. Mungkin ada prinsip-prinsip yang tidak bisa dilanggar oleh para keturunan sultan itu bila itu dilakukan," kata dia.
Ia pun mempertanyakan usulan memindahkan makam Pangeran Diponegoro ke Yogyakarta. Menurutnya hal itu tidak perlu dilakukan. Keberadaan makam Pangeran Diponegoro di Makassar menunjukan bahwa Pangeran Diponegoro bukan hanya milik orang Jawa saja.
"Jadi masyarakat Makassar pun memiliki kebanggaan ya bahwa mereka memiliki makam seorang pahlawan besar ya dalam sejarah Indonesia yang sangat ditakuti oleh Belanda, letaknya ada di sana. Saya kira itu satu penghargaan sendiri sebenarnya bagi masyarakat Makassar, dan juga untuk sebagai bukti nyata bahwa Indonesia ini memang tidak hanya Jawa gitu, tapi secara keseluruhan juga ada mencakup apa yang sekarang kita kenal Indonesia itu," kata Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Yogyakarta itu.
Sebelumnya Prabowo mengusulkan untuk memindahkan makam Pangeran Diponegoro dari Makassar ke Yogyakarta. Usulan itu ia kemukakan di acara Rakernas Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia di Makassar, Kamis (14/7/2023).
"Di sini, di kota ini (Makassar) juga ada makam Pangeran Diponegoro yang dibuang dari daerah asalnya. Dan, tidak ada salahnya kita berpikir apakah tidak di alam merdeka, tentunya dengan seizin rakyat Sulawesi Selatan, apakah tidak ada baiknya kita kembalikan makamnya Pangeran Diponegoro ke kampung halamannya lagi," ucap Prabowo.