REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta menargetkan sebanyak 20 juta meter kubik sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang akan dihabiskan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi.
"Rencana ke depan, akan dibangun sebanyak dua hingga tiga unit fasilitas ini untuk menghabiskan 20 meter kubik sampah yang sudah ada di Bantargebang," kata Kepala Unit Pelaksana TeknisTPST Bantargebang pada Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, Kamis (1/8).
Sampah yang sudah ada itu saat ini berada pada lahan seluas 110,3 Hektare di Kelurahan Ciketing Udik, Cikiwul, dan Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini telah memiliki fasilitas pengolahan sampah menjadi energi berupa pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) yang berdiri di sisi timur TPST Bantargebang.
Fasilitas hasil kerja sama pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi sejak 25 Maret 2019 itu berkemampuan memproduksi listrik berkisar 400 kiloWatt per jam (kWh) dari 100 ton pembakaran sampah nonorganik.
Area produksi listrik berbahan bakar sampah itu layaknya sebuah pabrik yang memiliki bermacam alat produksi pembakaran sampah berteknologi termal yang mengolah sampah secara cepat dan ramah lingkungan, serta menghasilkan produk samping listrik.
Proyek percontohan PLTSa itu dibuat kompak dan tertutup rapi untuk mengubah citra pengolahan sampah yang semula kumuh menjadi lebih baik. Ia berkata, mereka memiliki rencana ke depan berupa realisasi pembangunan fasilitas serupa sebanyak tiga hingga empat unit untuk menekan volume sampah DKI setiap harinya berkisar 7.452 ton.
"PLTSa sekarang masih dimiliki oleh BPPT karena dalam fase pendampingan operasional. Rencananya, pada 2020 akan menjadi aset Pemprov DKI," kata dia.
Sampah yang dihasilkan DKI Jakarta memang jumlahnya sangat besar. Semisal sejumlah pasar yang ada di bawah Area 01 Jakarta Pusat menghasilkan rata-rata sekitar 1.219 meter kubik atau sekitar 430,4 ton sampah per bulan yang sebagian besar merupakan sampah organik atau sampah basah.
Asisten Manajer Usaha dan Operasi Area 01 PD Pasar Jaya, Syaiful, menjelaskan, volume angkutan sampah paling banyak berasal dari Pasar Senen Blok III dan Blok VI, Pasar Lontar Melati, dan Pasar Petojo Ilir. Pasar lain yang ada di bawah area 01, yakni Pasar Gandaria, Bendungan Hilir, dan Pasar Gondangdia.
Sebagian besar sampah dari pasar itu, kata dia, merupakan sampah organik atau sampah basah dan sebagian lainnya sampah kering berupa botol plastik dan kardus. Untuk mengurangi volume sampah yang diangkut ke Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di Bantargebang, Syaiful mengatakan sampah tersebut terlebih dahulu dipilah antara sampah organik dan nonorganik.
“Sampah nonorganik yang punya nilai ekonomi seperti botol plastik dan kardus dikumpulkan petugas di masing-masing tempat pembuangan sampah sementara,” ujar Syaiful.
Volume sampah yang dihasilkan pasar di area 01 Jakarta Pusat itu hanya sebagian kecil dari total jumlah sampah yang dihasilkan per hari dari total 153 pasar di bawah PD Pasar Jaya mencapai 561 ton pada 2018.
Perusahaan Daerah Pasar Jaya juga menargetkan pengurangan pengiriman sampah ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang di Bekasi, Jawa Barat, mencapai 140 ton atau sebesar 25 persen dari total volume pengiriman sampah sekitar 561 ton per hari.
"Kami berencana mengolah sampah, khususnya sampah organik, agar bisa diolah menjadi pakan ternak. Ini sebagai upaya mengurangi tonase sampah yang dikirim ke Bantargebang setiap harinya," kata Kepala Humas PD Pasar Jaya, Amanda Gita Dinanjar.
BUMD DKI Jakarta itu, kata dia, akan memanfaatkan teknologi pengolahan sampah organik dengan menggandeng BUMD lain, yakni Dharma Jaya. PD Dharma Jaya memiliki lahan cukup luas di Jalan Raya Penggilingan, Jakarta Timur, untuk membangun fasilitas pengolahan sampah.
"Kami masih dalam proses penjajakan. Kami berharap rencana awal dapat mengurangi sampah organik hingga 50 ton per hari," ujar Amanda.
Direlokasi
Wakil Wali Kota Jakarta Utara, Ali Maulana Hakim, mengatakan, pembangunan ITF Sunter harus segera dilakukan. Sebab, adanya ITF sampah-sampah bisa mengelola sampah secara baik dan tidak menumpuk di TPS.
"Adanya ITF mengurangi beban TPST Bantar Gebang. Dan juga, DKI Jakarta nantinya bisa memiliki lokasi pengolahan sampah sendiri," kata Ali.
Ali menambahkan, ITF ini bisa mengolah sampah 2.200 ton per hari. Lalu, saat ini sedang dilakukan pencocokan data warga yang terdampak dari pembangunan ITF ini. Datanya ada dari Kelurahan setempat dan data dari Tim Resettlement Action Plan (RAP) Jakpro.
Ke depannya, Ali melanjutkan, jika Tim RAP akan melakukan relokasi kepada semua warga di sekitar ITF Sunter. “Tujuannya selain pembangunan ITF bisa segera berjalan, juga menjaga keselamatan warga itu sendiri saat pengerjaan pembangunan berlangsung,” ujar dia.