REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Merujuk survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 tentang Indeks Ketidakpedulian Lingkungan Hidup, disebutkan ada 81,4 persen dari masyarakat Indonesia yang tidak mengelola sampah plastik dengan bijak. Artinya dari sekitar 265 juta jiwa penduduk Indonesia, hanya 18 persen atau sekira 47 ribu penduduk yang peduli terhadap sampah.
Menyikapi fenomena itu, pendiri Waste4change Mohammad Bijaksana Juneroseno menegaskan, saat ini tidak ada lagi alasan dari masyarakat untuk tidak memilah sampah. Karena metode memilah sampah sejak dari rumah bisa mengurangi volume sampah hingga 70 persen.
“Menurut ku tidak ada alasan untuk tidak memilah sampah, itu sangat sederhana. Kita harus tahu ilmunya dan mau bergerak,” kata Seno dalam sebuah diskusi di Kantor Endelman Jakarta, Rabu (31/7).
Seno menyampaikan, memilah sampah bisa dilakukan dengan cara sederhana dan dana yang tidak seberapa. Secara garis besar sampah harus dipilah menjadi tiga macam yaitu sampah organik, anorganik dan sampah sisa makanan.
Untuk sampah sisa makanan, ia sendiri biasa membuangnya ke dalam lubang biopori di halaman rumah. Menurut Seno di halaman rumahnya ada delapan lubang biopori yang difungsikan untuk membuang sampah sisa makanan. Secara alami, sisa makanan yang dimasukkan ke dalam biopori itu akan menjadi kompos dan melebur dengan tanah.
“Terus yang anorganik dipilah juga. Jika sudah dipilah, akan banyak teman pemulung yang mau mengambilnya dengan senang hati karena itu ada valuenya. Nah adapun sampah yang sudah tidak ada nilainya itu bisa diangkut oleh tukang sampah,” jelas dia.
Adapun jika dengan cara di atas masih banyak masyarakat yang malas untuk mengolah sampah, dia pun mengajak masyarakat untuk mengirim sampah rumah tangga mereka ke waste4change. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang fokus pada isu pengelolaan sampah ini memiliki program send your waste. Melalui program ini, masyarakat bisa mendaur ulang sampah dari rumah untuk mengirimkannya kepada mitra waste4change.
“Saat ini mitra kami baru ada 4 yaitu di Bekasi, Semarang, Surabaya dan Bali. Tapi meski begitu banyak juga masyarakat di daerah lain seperti Kalimantan yang mengirimkan sampah kepada kami untuk dikelola,” jelas dia.