Senin 29 Jul 2019 15:53 WIB

BPS: Pemilu Sebabkan Tingkat Kebebasan Berkeyakinan Menurun

Ada hubungan antara perbedaan pilihan politik dengan tingkat kebebasan berkeyakinan

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto (tengah) didampingi Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam Wawan Kustiawan (kiri) dan Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Margo Yuwono (kanan) menyampaikan laporan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Tahun 2018 di Jakarta, Senin (29/7/2019).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto (tengah) didampingi Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam Wawan Kustiawan (kiri) dan Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Margo Yuwono (kanan) menyampaikan laporan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Tahun 2018 di Jakarta, Senin (29/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya hubungan antara perbedaan pilihan politik dalam pemilu dengan tingkat kebebasan berkeyakinan (memeluk agama) di masyarakat pada 2018. Tingkat kebebasan dalam berkeyakinan di Indonesia pada 2018 terpantau mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto, mengungkapkan kebebasan berkeyakinan merupakan salah satu variabel dalam indikator indeks demokrasi Indonesia (IDI). "Pada 2018, skor variabel kebebasan berkeyakinan tercatat 82,86 persen.  Sementara pada 2017, kebebasan berkeyakinan mencapai skor 84,28 persen.  Artinya ada penurunan sebesar 1,42 persen," ujar Kecuk dalam rilis IDI Nasional 2018 di Kantor BPS,  Sawah Besar, Jakarta Pusat, Senin (29/7).

Penurunan ini, kata Kecuk, bersifat nasional. Namun, jika diturunkan berdasarkan daerah, dia mengakui ada sejumlah provinsi yang mengalami penurunan persentase variabel kebebasan berkeyakinan. 

"Sebab kebebasan berkeyakinan ini kan ada sejumlah indikatornya ya. Misalnya ada atau tidak aturan tertulis dari pemda yang melarang bentuk ibadah, atau ada atau tidak pernyataan pejabat daerah yang mendiskriminasi. Kalau secara nasional, indikator ini tidak terlihat," tegasnya. 

Sementara itu, Direktur Statistik Ketahanan Nasional BPS,  Hernawati Marhaeni, menyebutkan setidaknya ada 14 provinsi yang mengalami penurunan dalam hal kebebasan berkeyakinan. Sembilan provinsi di antaranya yakni Sumatera Utara,  Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kepulauan Riau,  DKI Jakarta, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur.

"Kasusnya banyak,  bermacam-macam.  Sebenarnya kebebasan itu berkeyakinan ini erat kaitannya dengan Pemilu. Sebenarnya konflik di bawah itu kan awalnya perbedaan pilihan sehingga akhirya saya tidak tahu darimana mulainya apakah berkeyakinan dulu atau pilihan politik, " tutur Hernawati.

Secara umum, lanjut dia, perbedaan pilihan itu terjadi akibat meningkatnya tensi sosial akibat pemilu dan merembet hingga persoalan agama. "Tapi kita tidak tahu apakah agama dulu kemudian dibawa ke politik atau sebaliknya, karena ada dua kubu yang akhirnya bisa merujuk ke hal-hal terkait kebebasan berkeyakinan. Karena kita tahu dalam pemilu juga merujuk ke arah berkeyakinan juga, " tegasnya.

Sebelumnya, BPS merilis IDI nasional 2018 sebesar 72,39 persen. Angka ini meningkat tipis jika dibandingkan dengan IDI pada 2017 yang sebesar 72,11 persen.

Metode penghitungan IDI menggunakan enpat sumber data. Keempatnya yakni review surat kabar lokal, review dokumen (peraturan daerah, peraturan gubernur), focus group discussion (FGD) dan wawancara mendalam. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement