Senin 29 Jul 2019 14:30 WIB

Kemenhub-IMO Gelar Training LPIR

Pelatihan ini untuk meningkatkan perlindungan lingkungan maritim.

Kepala BPSDM Perhubungan, Umiyatun Hayati Triastuti, memukul gong tanda dimulainya Pelatihan LPIR antara Ditjen Hubla dan IMO. Training yang diselenggarakan selama 4 (empat) hari, mulai 29 Juli – 1 Agustus 2019, bertempat di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta.
Foto: Foto: Humas Ditjen Hubla
Kepala BPSDM Perhubungan, Umiyatun Hayati Triastuti, memukul gong tanda dimulainya Pelatihan LPIR antara Ditjen Hubla dan IMO. Training yang diselenggarakan selama 4 (empat) hari, mulai 29 Juli – 1 Agustus 2019, bertempat di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Perhubungan bekerja sama dengan International Maritime Organization (IMO) menggelar pelatihan atau training mengenai hukum, kebijakan, dan reformasi kelembagaan atau Legal, Policy and Institutional Reform (LPIR). Pelatihan ini dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman yang lebih jelas tentang undang-undang dan peraturan, kebijakan, dan reformasi kelembagaan terkait implementasi konvensi perlindungan maritim IMO yang menjadi fokus Indonesia pada kegiatan MEPSEAS, yaitu Konvensi Manajemen Air Ballas, 2004, dan Konvensi Sistem Anti-Teritip, 2001 terkait pencemaran dari sampah kapal

Training yang diselenggarakan selama 4 (empat) hari, mulai 29 Juli – 1 Agustus 2019, bertempat di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta ini dibuka oleh Kepala BPSDM Perhubungan, Umiyatun Hayati Triastuti, Senin (29/7).

"Setelah Indonesia meratifikasi sebuah konvensi internasional dan menjadi party terhadap konvensi tersebut, maka pemerintah memiliki kewajiban untuk melakukan internalisasi konvensi tersebut di dalam aturan nasionalnya," kata Hayati, dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id.

photo
Ditjen Hubla dan IMO bekerja sama menggelar pelatihan LPIR. (Foto: Humas Ditjen Hubla)

IMO melalui Integrated Technical Cooperation Program membangu negara-negara anggotanya untuk melakukan percepatan proses internalisasi konvensi tersebut ke dalam aturan dan instrumen nasional di masing-masing negara.

Hayati berharap, output dari training course ini dapat merumuskan draf legislasi sebagai aturan pelaksanaan dari kedua konvensi yang telah diratifikasi tersebut sehingga dapat diimplementasikan secara efektif.

Sementara itu, Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Capt Sudiono mengatakan,  Indonesia dengan Filipina, Kamboja, Myanmar, Thailand dan Vietnam, yang tergabung dalam Marine Environment Protection of South East Asia Seas (MEPSEAS) yang didukung oleh IMO dan NORAD  menyelenggarakan project MEPSEAS dimaksud untuk 4 tahun periode 2018-2021.

Berdasarkan hasil dari 1st High Level Regional Meeting MEPSEAS pada 25 - 27 Juni 2018 di Bali, menghasilkan beberapa kesepakatan. Di antaranya pembentukan National Task Force, pemilihan konsultan nasional dan nominasi National Training Institute sebagai wadah pelatihan yang menyelenggarakan program-program pelatihan, training dan workshop di dalam kerangka MEPSEAS Project.

“Di level nasional, STIP sebagai National Training Institute yang telah diusulkan kepada IMO akan menjadi institusi pelaksanaan program-program pelatihan khusus yang menjadi cakupan MEPSEAS project, khususnya untuk implementasi 2 konvensi yaitu Ballast Water Management Convention dan Anti Fouling System Convention,” kata  Sudiono.

Sejak ratifikasi Konvensi Sistem Anti Fouling 2014 dan konvensi Pengelolaan Air Ballast masing-masing pada 2014 dan 2015, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan pelaksana. Namun, peraturan tersebut belum diterapkan secara efektif.

Sudiono menegaskan, Indonesia berkomitmen penuh untuk mengimplementasikan instrumen IMO terkait perlindungan lingkungan laut. Menurutnya, melalui keterlibatan aktif dalam Proyek Perlindungan Lingkungan Laut Asia Tenggara atau MEPSEAS ini, diharapkan dapat mengimplementasikan konvensi yang telah kami ratifikasi secara penuh dan efektif. Pada Mei 2019, Pemerintah Indonesia telah mengirimkan 4 (empat) orang perwakilan untuk mengikuti training serupa di Singapura dan pada kegiatan hari ini akan ditraining lebih banyak orang lagi.

Pada kesempatan yang sama, Konsultan IMO Guillame Drillet mengatakan, pihaknya akan membantu Pemerintah Indonesia sepenuhnya agar mampu mengimplementasikan secara efektif berbagai konvensi yang telah diratifikasi, terutama yang terkait dengan keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim seperti implementasi Konvensi Sistem Anti Fouling dan konvensi Pengelolaan Air Ballas.

“Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Sistem Anti Fouling dan konvensi Pengelolaan Air Ballast sejak tahun 2014 dan 2015. Melalui training ini, kami akan memberi dukungan dan membantu secara penuh bagaimana cara mengimplementasikannya dengan baik,” kata Guillame.

Turut hadir pada kesempatan tersebut Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Arif Toha, Direktur Perkapalan dan Kepelautan Capt. Sudiono, Kepala Pusat Pengembangan Laut BPSDM Perhubungan, I Nyoman Sukayadnya, Ketua STIP, Capt. Marihot Simanjuntak, Kepala BP3IP, Weku F Karuntu, perwakilan dari Kemenkomaritim serta konsultan IMO Ernesta Swanepoel dan Guillame Drillet.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement