Kamis 25 Jul 2019 22:01 WIB

Prabowo Bertemu Mega, Pertanda tak Ada Musuh Abadi

Dedi pernah memrediksi pertemuan antara dua petinggi partai itu sejak jauh-jauh hari.

Rep: Ita Nna Winarsih/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua DPD Golkar Jabar, Dedi Mulyadi.
Foto: Republika/Ita Nina Winarsih
Ketua DPD Golkar Jabar, Dedi Mulyadi.

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Ketua DPD Partai Golkar Jabar, Dedi Mulyadi mengapresiasi pertemuan antara Ketum Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketum PDIP Megawati. Pertemuan tersebut, dinilai hal yang biasa dalam percaturan politik di Indonesia. Bahkan, pihaknya pernah memrediksi pertemuan antara dua petinggi partai itu sejak jauh-jauh hari.

"Saya pernah mengatakan pascapilpres, Gerindra dimungkinkan akan merajut cinta kembali dengan PDIP. Jadi, pertemuan itu menurut saya biasa-biasa saja. Tapi, memang perlu diapresiasi," ujarnya, Kamis (25/7).

Ia menilai pertemuan itu hal yang biasa dalam politik, karena Prabowo dengan Megawati itu pernah jadi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada pemilu sebelumnya. Akan tetapi, selama ini publik dibuat berestimasi bahwa politik di Indonesia akan ada musuh abadi. Padahal, dalam kontestasi politik tidak ada musuh abadi. Bahkan, politik itu bagaikan sinetron yang memiliki narasi cerita dan drama tergantung peran apa yang akan dilakukan.

Dedi mengatakan, dalam sinetron, ada peran yang galak, terzalimi, peran bersedih, ataupun yang baik hati, itu semuanya ada. Tetapi, ketika shooting dramanya telah selesai, para pemerannya yang tadinya bermusuhan, menjadi akrab lagi, makan bareng lagi, bahkan pulang bareng. Begitu pula dalam politik, kondisinya tak jauh berbeda.

Jadi, lanjutnya, masyarakat jangan berlarut-larut terjebak dalam permusuhan pascapilpres ini. Dirinya ingin, sudahi semua saling nyinyir, hujat ataupun membenci. Sebab, tokoh-tokoh utama dalam politik Indonesia ini tidak ada yang bermusuhan.

"Pertemuan keduanya ini, sebagai bentuk nasionalisme. Sehingga, diharapkan bisa membawa kebaikan bagi bangsa dan negara ini," ujarnya.

Terkait dengan potensi Gerindra bisa meminta jatah menteri di kabinet Jokowi-Maaruf Amin, Dedi menilai, hal tersebut merupakan keputusan dari Presiden Jokowi. Presiden, merupakan orang profesional yang paham betul dalam menentukan orang-orang yang masuk kabinet kerjanya.

Apalagi, seluruh konsekuensi itu menjadi kewenangannya Presiden. Jadi, biarkan saja Jokowi yang menentukan, mana yang layak menjadi menteri ataupun tidak.

"Pak Jokowi dalam membangun kabinetnya, saya yakin bukan berdasarkan asas perspektif politik. Tetapi, berdasarkan perspektif profesionalisme yang bisa saja bukan berdasarkan kepentingan partai, namun profesionalisme dalam bidangnya," jelas mantan Bupati Purwakarta dua periode ini. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement