Selasa 23 Jul 2019 11:44 WIB

Peran Keluarga dalam Perlindungan Anak

perlu usaha bersama agar kekerasan terhadap anak berkurang, bahkan tak ada lagi.

Red: EH Ismail
Komisioner KPAI Rita Pranawati (tengah), Dosen Ilmu Politik UI Chusnul Mar'iyah (kiri) dan Ekonom Muda PP Nasyiatul Aisyiyah Elyusra Mualimin saat diskusi memperingati hari perempuan internasional di Jakarta, Jumat (9/3).
Foto: Republika/Prayogi
Komisioner KPAI Rita Pranawati (tengah), Dosen Ilmu Politik UI Chusnul Mar'iyah (kiri) dan Ekonom Muda PP Nasyiatul Aisyiyah Elyusra Mualimin saat diskusi memperingati hari perempuan internasional di Jakarta, Jumat (9/3).

Oleh Rita Pranawati

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dosen FISIP Uhamka Jakarta

 

Judul di atas merupakan tema Hari Anak Nasional tahun 2019. Peringatan HAN tahun ini seakan ingin mengukuhkan dan meneguhkan bahwa keluarga dan rumah merupakan tempat ternyaman bagi anak. 

Keluarga bukan sekadar hubungan darah bagi anak. Sudah seharusnya keluarga menjadi rumah kembali yang menyenangkan bagi anak. Tidak hanya saat pergi, anak pun merasa nyaman saat berada dalam lingkungan keluarga. 

Keluarga pun menjadi sumber inspirasi dan spirit yang selalu hidup. Hal ini dikarenakan anak belajar banyak dari lingkungan terdekat tentang banyak hal. Mereka dapat melakukan banyak hal karena mendapat dukungan inspirasi dari lingkungan terdekat. Aktivitas hidup yang melimpah berkat dukungan keluarga inilah yang senantisa menjadi obor bagi anak untuk tumbuh kembang.

Kekerasan

Namun, masih sering kita mendengar dan melihat, anak terasing dari lingkungan keluarga. Artinya, masih banyak anak yang belum mendapatkan perlakuan baik dari lingkungan terdekat. Malah mereka seringkali menjadi korban kekerasan orang dewasa di rumahnya sendiri. Kekerasan itu tidak hanya dalam fisik, namun juga mental dan seksual. 

Tentu kita masih ingat kasus kekerasan seksual secara incest yang dilakukan oleh ayah dan saudara kepada seorang anak perempuan di Lampung. Begiitu pula kasus kekerasan fisik yang dilakukan oleh orang tua hingga anak mengalami luka parah atau bahkan meregang nyawa. Kasus terakhir terjadi di Boyolali (10/7), seorang anak usia 6 tahun meninggal akibat kekerasan yang dilakukan oleh ibu kandungnya. Kasus kekerasan fisik banyak terjadi pada anak usia sekolah dasar (SD) dan dibawahnya. 

Kekerasan terhadap anak terutama usia emas tidak boleh dianggap biasa. Ini masalah masalah serius yang perlu ditangani dengan bijak. Hal ini dikarenakan, anak usia SD dan dibawahnya akan menyimpan kuat memori kekerasan itu sampai dewasa. Sulit untuk menghapus memori kekerasan itu. Saat anak kecil mendapat perlakuan kasar, maka ia akan mengalami kesulitan dalam tumbuh kembang.

Oleh karena itu perlu usaha bersama agar kekerasan terhadap anak berkurang, bahkan tak ada lagi. Salah satunya adalah menguatkan peran keluarga dalam proses pendidikan dan tumbuh kembang anak.

Keluarga menjadi aktor utama dalam proses perlindungan anak. Pasalnya, keluarga merupakan orang terdekat dalam sistem sosial anak. Saat keluarga mampu memfungsikan dirinya sebagai sahabat dan pelindung anak, maka masa depan bangsa akan cerah dan gemilang. Anak Indonesia pun akan bergembira dalam setiap keadaan. Kegembiraan anak tidak akan diukur dari limpahan materi dari keluarga. Namun, anak merasa nyaman, aman, dan tenteram bersama keluarga terkasih. 

Rasa itulah yang kini dibutuhkan anak Indonesia. Anak-anak membutuhkan kehangatan keluarga dalam proses tumbuh kembang. Tumbuh kembang dengan demikian membutuhkan keseriusan keluarga dalam membangun sebuah proses hidup yang beradab.

Kasih sayang

Kehidupan yang beradab berawal dari bangunan keluarga yang memahami arti penting perlindungan pada anak. Fikih Perlindungan Anak ala Muhammadiyah menyebutkan bahwa dalam bingkai melindungi harkat dan martabat masa depan bangsa (anak) keluarga memainkan peran penting dalam membina kasih sayang (al-mawaddah wa ar-rahmah). 

Mawaddah mencerminkan kasih sayang yang lahir dari interaksi fisik. Sedangkan rahmah merupakan kasih sayang yang lahir dari interaksi batin. Mawaddah dalam perlindungan anak berarti orang tua perlu sering melakukan interaksi fisik dengan anak. Dari interaksi fisik inilah anak akan belajar dari orang tua. Saat orang tua mengajarkan kekerasan, maka anak akan menjadi pribadi “pemberontak”. Sebaliknya, saat orang tua mengajarkan kelembutan, anak akan menjadi pribadi yang santun. 

Interaksi fisik hari ini menjadi penting di tengah semakin canggihnya teknologi informasi dan digital. Teknologi tidak akan mampu mengalahkan sentuhan fisik langsung dari orang tua atau keluarga. Oleh karenanya, orang tua hari ini perlu lebih banyak mengelus, menyentuh, dan memperhatikan anak-anaknya daripada smart phone (HP). 

Sentuhan hangat orang tua akan menjadi kekuatan bagi anak-anak. Anak akan bangkit dari setiap masalah yang ia hadapi karena ada bimbingan dan sentuhan dari orang tua. Bimbingan dan sentuhan inilah yang menjadikan anak kuat, secara lahir dan batin. 

Sedangkan sikap rahmah dalam perlindungan anak berarti kondisi psikologis yang muncul di dalam hati akibat menyaksikan ketidakberdayaan. Anak perlu mendapat perlindungan karena mereka sangat rentan mendapat kekerasan. Rasa cinta yang mendalam dari orang tua dan lingkungan sekitar akan menyelamatkan anak dari masalah di kemudian hari. Anak pun akan belajar bagaimana orang sekitar memperlakukannya. Perlakuan yang baik dan bijak terhadap anak merupakan investasi yang lebih mahal dari barang berharga sekali pun. 

Doa orang tua

Selain itu sikap rahmah juga muncul dari doa orang tua. Setiap ujaran orang tua adalah doa bagi anak. Oleh karena itu, orang tua perlu mampu mengontrol emosi dan berpikir sebelum melontarkan sebuah kata. Lontaran kata dari orang tua dapat menjadi sebuah doa yang mujarab. Doa itulah yang akan menuntun anak menuju masa depan yang cerah.

Doa orang tua yang tulus dan penuh harap akan menguatkan kesejatian anak. Doa orang tua akan selalu menjadi berkat dan penyelamat anak dari segala mara bahaya. Oleh karenanya, doa orang tua bagi anak menjadi sebuah ikatan batin yang menyejukan, meneduhkan, dan mengayomi. 

Pada akhirnya, keluarga merupakan aktor penting dalam proses perlindungan dan pengasuhan anak. Keluarga menjadi soko (tiang) utama kokoh dan bermartabatnya sebuah masa depan. Oleh karena itu, keluarga perlu memfungsikan diri sebagai tempat yang paling nyaman bagi anak-anak. Selamat Hari Anak Nasional. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement