REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat), Henry Yosodiningrat mengatakan, jumlah penyalah guna narkoba di Indonesia makin bertambah. Henry menilai, hal ini merupakan salah satu indikasi bahwa di Indonesia masih gagal dalam upaya mencegah penyalahgunaan narkoba.
"Semestinya, jangan sekali-kali mencoba, karena kalau sudah mencoba akan mengalami ketergantungan. Sosialisasi tentang bagaimana caranya supaya enggak mencoba sama sekali itu, yang kita gagal," kata Henry saat dihubungi Republika, Senin (22/7).
Menurutnya, salah satu upaya untuk mencegah adalah dengan memasukan ke dalam kurikulum pendidikan di sekolah mengenai bahaya penyalahgunaan narkoba. Upaya ini, kata dia, bisa diterapkan sebagai peringatan dini bagi anak-anak usia sekolah.
"Saya mendesak kepada pemerintah, supaya kita mulai secepatnya memasukan dalam kurikulum pendidikan, tentang bahaya penyalahgunaan narkoba. Kita bicara untuk generasi ke depan ya," ungkap dia.
Sementara itu, Henry menyebut, ada dua kriteria pengguna narkoba, yakni pengguna yang belum pada tingkat ketergantungan, dan yang sudah sampai pada tingkat ketergantungan. Henry menjelaskan, pengguna yang belum sampai pada tingkat ketergantungan, dilakukan penegakan hukum, yakni tindak pidana. Dengan harapan agar menimbulkan efek jera.
Namun, kata Henry, bagi mereka yang sudah sampai pada tingkat ketergantungan, meskipun ditindak pidana tidak akan membuat seseorang menjadi kapok dan berhenti. Sehingga menurut dia, bagi mereka yang sudah sampai pada tingkat ketergantungan itu memang harus direhabilitasi.
"Selama ini sering salah kaprah, orang masih coba-coba direhab. Artinya, membuat yang lain yang sudah menggunakan, mereka enggak menjadi takut. Karena kalaupun tertangkap, nanti direhab. Mereka enggak berhenti," paparnya.
Menurut dia, dari segi hukum mengenai kasus narkoba di Indonesia, ancaman pidana yang ada dalam undang-undang sudah cukup berat, menakutkan, dan memberi efek jera. Terutama bagi para pengguna narkoba yang belum sampai pada tingkat ketergantungan.
Namun, ia menilai, lantas tidak berarti undang-undang yang ada itu sudah cukup baik. Henry menyebut, masih ada yang perlu dievaluasi dari Undang-Undang itu.
"Misalnya, banyak kasus orang yang menggunakan zat-zat seperti itu tapi karena tidak termasuk di dalam daftar yang merupakan lampiran dari undang-undang, sehingga mereka tidak dipidana. Sementara, daftar kita ini (mengenai zat-zat yang mengandung narkoba) jumlahnya hanya puluhan, padahal sekarang sudah ribuan," jelas dia.
Oleh karena itu, lanjut dia, ke depannya perkembangan mengenai zat-zat yang penyalahgunaannya menimbulkan dampak yang sama dengan narkoba perlu ditambahkam ke dalam undang-undang. "Jadi perkembangan mengenai zat-zat itu setiap hari ratusan. Nah, ini salah satu yang harus diperbaiki dalam undang-undang," imbuhnya.