Ahad 21 Jul 2019 23:07 WIB

30,8 Persen Balita di Tasikmalaya Menderita Stunting

Kabupaten Tasikmalaya masih tak bebas dari kasus balita kekurangan-gizi kronis

Rep: Bayu Adji P/ Red: Hasanul Rizqa
Pemeriksaan rutin anak dalam rangka mencegah stunting
Foto:

Selain itu, Dinkes juga berkolaborasi dengan dinas terkait untuk meningkatkan gizi orang tua dan anak dengan progra. gemar makan ikan atau juga program gizi anak sekolah. "Jadi kita gak bergerak hanya dengan Dinkes. Itu salah satu upaya kita untuk memerbaiki perilaku masyarakat, meningkatkan gizi, dan mengurangi potensi stunting," kata dia.

Dadan mengatakan, untuk menentukan seorang balita mengalami stunting itu diketahui melalui kelahirannya. Jika panjang badang bayi kurang dari 48 cm, maka masuk kategori stunting.

Hal itu, lanjut dia, disebabkan kekurangan gizi kronis, lantaran pola asuh yang salah, kemiskinan, atau penyakit. Namun, menurit dia, intervensi masih bisa dilakukan hingga bayi berumur 2 tahun. Pasalnya, jika bayi sudah berusia atas 2 tahun, statusnya menetap.

"Makanya, kita fokus program 1.000 hari pertama kehidupan, dengan memberikan gizi, pemeriksaan berkala, dan lainnya," kata dia.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tasikmalaya menargetkan wilayahnya bebas stunting pada 2023. Namun, Dadan mengatakan, diperlukan kerja sama dengan berbagai pihak untuk memberantas stunting.

"Bukan hanya pemerintah, melainkan juga masyarakat dan dunia usaha," kata dia.

Sementara itu, Ketua Komisi Penanggulangan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto mengatakan, upaya pemerintah dalam penanganan kasus stunting di Kabupaten Tasikmalaya, belum terlaksana optimal sesuai dengan harapan. Menurut dia, selama ini pergerakan penuntasan stunting belum masif ke masyarakat.

 

Melibatkan Ulama

Ia menambahkan, pihak lain yang perlu terlibat dalam program penanganan stunting adalah kalangan ulama.  Pasalnya, ulama di Kabupaten Tasikmalaya lebih didengar ketika menyampaikan informasi kepada masyarakat.

Apalagi, kalangan ulama di daerah lebih sering bertemu dengan masyarakat langsung. "Ulama di Kabupaten Tasikmalaya, baik di kabupaten maupun di kampung lebih banyak bertatap muka dengan masyarakat melalui pengajian, kenapa ini tidak dilibatkan," kata dia.

Ia menambahkan, memberikan perhatian khusus dalam penanganan kasus stunting lebih penting daripada pembangunan insfrastruktur. Pasalnya, kasus stunting merupakan ancaman untuk masa depan generasi muda. Artinya, ke depan generasi muda Indonesia akan kesulitan untuk berkompetisi di era globalisasi.

"Saya pikir kasus stunting ini jauh lebih penting daripada membangun infrastruktur. Kalau misalkan insfrastruktur rusak itu bisa diperbaiki, tapi kalau misalkan mental anak, maka kita sudah kehilangan generasi," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement