Kamis 18 Jul 2019 23:50 WIB

Jubir KPK Jelaskan Alasan Farid Al Fauzi Mangkir Diperiksa

Politikus Partai Nasdem itu tidak hadir tanpa keterangan

Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/6).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menjelaskan ketidakhadiran caleg Partai Nasdem Farid Al Fauzi saat dipanggil, Rabu (17/9). Farid dipanggil terkait penyidikan kasus korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Lampung Tengah Tahun Anggaran 2018. Ia dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka anggota DPRD Kabupaten Lampung Tengah periode 2014-2019, Zainudin (ZN).

"Yang bersangkutan dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ZN terkait tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Lampung Tengah Tahun Anggaran 2018," kata Febri.

Namun Febri menjelaskan, Farid tidak hadir tanpa ada informasi atau pemberitahuan yang jelas kepada lembaga antirasuah. "Tidak hadir tanpa keterangan," ujar Febri.

Zainudin merupakan anggota DPRD Lampung Tengah periode 2014-2019 yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama tiga legislator lainnya. Ketiganya ialah Raden Zugiri‎, Bunyana, dan Achmad Junaidi.

Keempat Anggota DPRD Lampung Tengah tersebut diduga telah menerima suap terkait persetujuan pinjaman daerah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp 300 miliar untuk pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di Kabupaten Lampung Tengah. Kemudian, keempatnya diduga menerima suap terkait pengesahan APBD-P Kabupaten Lampung Tengah tahun 2017 dan APB‎D tahun 2018.

Sebelumnya, KPK juga telah menetapkan kembali Bupati Lampung Tengah, Mustafa (MUS) sebagai tersangka. Kali ini, Mustafa dijerat kasus ‎dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungannya tahun anggaran 2018.

Dalam kasus ini, Mustafa diduga menerima fee dari izin proyek-proyek di lingkungan Dinas Bina Marga dengan kisaran fee sebesar 10 persen hingga 20 persen dari nilai proyek. Total, Mustafa diduga telah menerima suap dan gratifikasi sekira Rp 95 miliar dalam kurun waktu Mei 2017 hingga Februari 2018. Sebagian uang Rp 95 miliar tersebut diduga berasal dari Budi Winarto dan Simon Susilo. Kedua pengusaha itu disinyalir menyuap Mustafa untuk mendapatkan proyek di lingkungan Lampung Tengah.

Adapun, proyek yang akan digarap berasal dari dana pinjaman daerah tahun anggaran 2018. KPK pun telah menetapkan Budi Winarto dan Simon Susilo sebagai tersangka pemberi suap kepada Mustafa.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement