REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Mabruroh
Dewan Pakar Tim Pencari Fakta (TPF) kasus penyiraman terhadap Novel Baswedan pada Rabu (17/7), memaparkan hasil investigasinya selama enam bulan kerja. Berkas perkara hasil investigasi kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan sebanyak 2.700 lembar.
Sayangnya, dari berkas setebal itu tim tidak menyebutkan satu pun nama tersangka yang didapatkan selama investigasi dilakukan. Hasil laporan TPF ini pun dinilai mengecewakan.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengaku kecewa dengan temuan yang belum signifikan dari TPF bentukan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian. Padahal, KPK sebelumnya berharap terungkapnya siapa pelaku penyarangan terhadap Novel.
"KPK sejak awal berharap pelaku ditemukan. Kami bayangkan hasil kerja tim ini sudah langsung menemukan siapa calon tersangka, namun dari yang kita lihat tadi belum ada calon tersangka. Belum ada perkembangan signifikan untuk menemukan pelaku," ujar Syarif dalam pesan singkatnya, Rabu (17/7).
Sehingga, lanjut Syarif, sangat wajar jika KPK kecewa. Karena sampai saat ini, bahkan pelaku lapangan belum ditemukan.
Namun, ada satu hal yang disampaikan tadi oleh TPF, bahwa serangan terhadap Novel bukan serangan bersifat pribadi, tapi karena pekerjaan yang ia lakukan dalam pemberantasan korupsi di KPK. KPK, kata dia, sejak awal meyakini hal ini.
"Sehingga kami juga memandang, serangan terhadap Novel bukan serangan terhadap pribadi, bahkan ini kami pandang serangan terhadap institusi KPK," tegasnya.
Selain itu, lanjut Syarif, KPK kurang memahami konteks penggunaan istilah excessive use of power oleh tim. "Kami tegaskan dalam melaksakan tugasnya penyidik menggunakan wewenang sesuai hukum acara yang berlaku," terangnya.
Sehingga, tidak ada perbuatan penggunaan kewenangan secara berlebihan. Oleh karenanya, KPK mengajak agar tetap fokus menemukan pelaku, bukan mencari alasan atau membangun isu-isu lain.
"Pimpinan KPK akan membicarakan langkah berikutnya agar teror dan serangan seperti ini bisa ditangani, pelaku ditemukan dan hal yang sama tidak terulang kembali," ujarnya.
Perwakilan Tim Advokasi Novel Baswedan, Arif Maulana pun menyatakan kekecewaannya atas hasil yang disampaikan oleh TPF bentukan Kapolri. "Kami tim kuasa hukum Novel Baswedan menyatakan kekecewaan kami yang besar. Kami harus mengatakan bahwa tim satgas bentukan Polri yg merupakan tindak lanjut rekomendasi Komnas HAM telah gagal total untuk jalankan mandatnya," ujarnya di Gedung KPK Jakarta, Rabu (17/7).
Indikator kegagalan tim gabungan bentukan Kapolri, kata Arif, terlihat dari belum terungkapnya pelaku penyiraman air keras terhadap Novel. Menurutnya, tim tersebut hanya berkutat pada rekomendasi-rekomendasi, tanpa menyebutkan siapa pelaku penyiraman air keras.
"Kegagalan itu bisa dilihat dari belum ada belum terungkap pelaku, alih-alih pelaku lapangan eksekutor penyerangan Novel Baswedan, terlebih aktor intelektual dibalik penyerangan terhadap Novel Baswedan sebagai korban," ujarnya.
Arif menegaskan, kegagalan tim gabungan merupakan kegagalan dari Kepolisian RI. Pasalnya, tim tersebut bertanggung jawab langsung kepada Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian.
"Kasus Novel masih berada dalam kegelapan selama belum ditetapkannya tersangka atas kasus ini. Kegagalan ini kegagalan kepolisian secara terang benderang terhadap kasus Novel Baswedan," tegas Arif.
Berkaitan dengan gagalnya Tim Satgas Polri, lanjut Arif, pihaknya menyatakan sikap menuntut Presiden Republik Indonesia terpilih Joko Widodo untuk mengambil tanggungjawab atas pengungkapan kasus Novel Baswedan dengan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang bersifat independen serta bertanggungjawab langsung kepada Presiden.
"Kami juga menuntut Presiden Republik Indonesia sebagai kepala negara serta panglima penegakan hukum untuk tidak melempar tanggungjawab pengungkapan kasus ini kepihak lain dan secara tegas bertanggungjawab atas pengungkapan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan," tegasnya.
Wadah Pegawai KPK menilai Tim Pencari Fakta (TPF) yang dibentuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian telah gagal mengungkap kasus teror yang dialami Novel Baswedan. Bahkan, TPF justru memojokkan Novel sebagai korban dan membangun ketidakpercayaan atau distrust terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Temuan Tim Pakar memojokkan korban dan membuat distrust terhadap upaya pemberantasan korupsi di negeri kita," kata Ketua WP KPK, Yudi Purnomo Harahap di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/7).
Yudi menyatakan, rakyat Indonesia sebenarnya menunggu hasil kerja TPF yang telah bekerja selama enam bulan terakhir. Namun, masyarakat, termasuk pegawai KPK kecewa dengan hasil yang dipaparkan.
"Ternyata hari ini kami pegawai KPK menyaksikan konferensi pers dan rakyat Indonesia hasilnya jauh panggang daripada api," katanya.
Dikatakannya, selama enam bulan bekerja tim yang beranggotakan para pegiat HAM, akademisi, dan pakar itu gagal mengungkap peneror Novel baik pelaku lapangan apalagi aktor intelektual. Alih-alih mengungkap pelaku, TPF justru mengembangkan motif terjadinya teror.
"Bagaimana mungkin motif ditemukan, tapi pelaku tidak didapatkan. Sebab seharusnya jika pelaku ditangkap baru diketahui motif," ujarnya.
Dalam paparannya kemarin, anggota TPF, Nur Cholis, menerangkan, tim melakukan serangkaian kegiatan pengujian ulang keterangan para saksi maupun ahli. Termasuk, kembali menelusuri dan memeriksa ulang tempat kejadian perkara dan beberapa lokasi lainnya.
Namun, dari penelusuran-penelusuran tersebut, TPF belum menemukan siapa tersangka dalam kasus penyiraman tersebut. Termasuk, terhadap beberapa orang yang sebelumnya sempat dicurigai berada di sekitar rumah Novel maupun di masjid.
“TPF tidak menemukan alat bukti yang mencukupi dan meyakinkan, bahwa saksi-saksi tersebut terlibat dalam tindak pidana, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama melakukan kekerasan terhadap korban yang terjadi pada 11 April 2017,” kata Nur Cholis.
Tim merekomendasikan kepada kepolisian RI untuk melanjutkan dengan membuat tim teknis untuk mendalami hasil investigasi TPF. Selain itu, lanjut Nur Cholis, TPF juga meminta agar tim nantinya bisa mendalami kasus-kasus besar yang pernah ditangani oleh penyidik KPK, Novel Baswedan. Karena, TPF menduga penyerangan yang dilakukan pelaku terhadap Novel dilatarbelakangi oleh dendam.
“Sekurang-kurangnya enam kasus high profile yang ditangani oleh korban. TPF meyakini kasus-kasus itu berpotensi menimbulkan serangan balik atau balas dendam karena adanya dugaan penggunaan kewenangan secara berlebihan,” kata Nur Cholis.
Kemudian sambungnya, TPF juga meminta tim nantinya dapat mendalami siapa orang pada 5 April 2017 mendatangi rumah Novel di Jakarta Utara. Serta dua orang tidak dikenal yang pada tanggal 10 April 2017 sedang duduk-duduk di masjid yang mana esok harinya menjadi TKP penyiraman air keras.
“TPF merekomendasikan untuk melakukan pendalaman fakta terhadap saksi yang tidak dikenal yang mendatangi rumah Novel pada 5 April 2017 dan dua orang tidak dikenal yang berada di dekat Masjid al-Ikhsan menjelang subuh pada 10 April 2017,” kata Nur Cholis yang juga mantan ketua Komnas HAM.
Mabes Polri menyatakan siap untuk menindaklanjuti rekomendasi dari TPF. Termasuk untuk membuat tim teknis untuk semakin mendalami hasil temuan TPF
“Rekomendasi dari TPF akan kami tindaklanjuti segera mungkin untuk membentuk tim teknis lapangan. Tim teknis ini nanti akan dipimpin pak Kabareskrim,” kata Kadiv Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Muhamamd Iqbal.