Selasa 16 Jul 2019 04:15 WIB

KPK: Pencabutan Hak Politik Taufik Kurniawan Buat Jera

Wakil Ketua DPR Nonaktif Taufik Kurniawan dicabut hak politiknya selama tiga tahun.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Teguh Firmansyah
Terdakwa kasus suap pengurusan dana alokasi khusus Kab. Kebumen dan Kab. Purbalingga, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, berjalan meninggalkan ruang sidang usai menjalani sidang dengan agenda pembacaan vonis, di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Senin (15/7/2019).
Foto: Antara/R. Rekotomo
Terdakwa kasus suap pengurusan dana alokasi khusus Kab. Kebumen dan Kab. Purbalingga, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, berjalan meninggalkan ruang sidang usai menjalani sidang dengan agenda pembacaan vonis, di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Senin (15/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang menjatuhkan vonis 6 tahun penjara serta denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan. Wakil ketua DPR RI nonaktif itu dinyatakan bersalah oleh majelis hakim karena menerima suap pengurusan DAK Kabupaten Kebumen tahun 2016, serta pengurusan DAK Kabupaten Purbalingga 2017

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, meskipun putusan lebih kecil dari tuntutan Jaksa, KPK tetap menghormati. Jaksa KPK sebelumnya menuntut Taufik dikurung 8 tahun penjara.

Baca Juga

‎"KPK menghormati putusan Pengadilan Tipikor pada PN Semarang yang disampaikan hari ini. Kami melihat hampir seluruh dakwaan KPK dinyatakan terbukti oleh Hakim, demikian juga pertimbangan dan analisis Penuntut Umum yang juga diterima Majelis Hakim," kata Kata Febri saat dikonfirmasi, Senin (15/7).

Febri menekankan, terdapat  poin yang sangat penting pula dalam putusan Taufik, yakni dikabulkannya pencabutan hak politik politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.

Majelis Hakim mencabut hak politik Taufik selama tiga tahun setelah selesai menjalani hukuman pidana pokok. Febri menuturkan, meskipun pencabutan hak politik hanya tiga tahun, di bawah  tuntutan Jaksa KPK yakni lima tahun, namun setidaknya sanksi ini dapat membuat jera.

"KPK berharap hukuman tambahan pencabutan hak politik ini dapat secara konsisten diterapkan, terutama untuk kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh Politisi yang menduduki jabatan publik berdasar kepercayaan atau suara yang diberikan masyarakat padanya," tegas Febri.

Febri menambahkan, apabila seorang politikus melakukan korupsi, maka hal tersebut sekaligus dapat berarti dia menciderai kepercayaan masyarakat yang memilihnya. Apalagi Taufik Kurniawan menjabat sebagai Pimpinan DPR.

"Kami harap kasus ini juga dapat menjadi pembelajaran bagi para anggota legislatif lainnya dan juga kepala daerah atau pejabat yanh dipilih oleh rakyat agar tdk melakukan korupsi. Apalagi setelah selesai menyelesaikan hukuman, Hak politiknya dicabut untuk waktu tertentu," kata Febri.

Adapun, selain pidana pokok dan pidana tambahan pencabutan hak poliik, Taufik juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp 4,24 Miliar. Terkait putusan tersebut, Jaksa KPK akan membahas terlebih dulu sebelum nanti secara resmi sikap KPK akan disampaikan berdasarkan putusan pimpinan.

"Dalam masa ini, KPK menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut," ujar Febri.

Febri menambahkan, kasus Taufik juga menjadi contoh bahwa seringkali KPK membongkar kasus-kasus dengan aktor yang besar dan nilai suap atau gratifikasi besar dari tangkap tangan yang awalnya terlihat kecil.

Diketahui, perkara ini berawal dari tangkap tangan pada 2016 dengan nilai suap Rp 70 juta. Saat itu KPK menetapkan dua orang tersangka, yakni Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Kebumen periode 2014-2019 Yudhy Tri Hartanto dan Sigit Widodo selaku pegawai negeri sipil di Dinas Pariwisata Pemerintah Kabupaten Kebumen.

Namun dalam perkembangannya, KPK menemukan tindak pidana korupsi yang sistematis yang melibatkan unsur Kepala Daerah dan Pimpinan DPR-RI dalam penyusunan anggaran. Dari kasus ini jugalah kasus tindak pidana pencucian uang terhadap korporasi yang pertama kali berhasil diungkap, yakni dengan terdakwa PT. Tradha.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement