Senin 15 Jul 2019 15:57 WIB

Orangutan yang Ditunggu-tunggu Warga Kawasan Batangtoru

Pembangunan PLTA tidak berada di jalur yang sering dikunjungi orangutan.

Kegiatan pelatihan dan pembentukan kader konservasi berbasis kearifan lokal masyarakat untuk melindungi orangutan Tapanuli dan kelestarian ekosistem Batang Toru di Dusun Sitandiang, Desa Bulu Mario, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel).
Foto:

Pembangunan PLTA dan mitigasi dampak pembangunan proyek

PLTA Batangtoru yang berlokasi di aliran Sungai Batangtoru di kawasan Desa Sipirok dan Marancar, dibangun di Areal Penggunaan Lain (APL), dan bukan di kawasan hutan. Untuk membangun PLTA ini, PT NSHE mendapatkan izin lokasi sebesar 6.598 hektare yang ditujukan untuk eksplorasi, survey, dan perencanaan letak dam, power house, dan lainnya.

Lahan seluas 669 hektare dibeli dari masyarakat. Dari 6.598 hektare itu, PT NSHE hanya membutuhkan sekitar 650 hektare untuk membuka jalan. Pada akhir masa konstruksi, sebagian besar lahan akan dijadikan ruang terbuka hijau, lahan yang akan menjadi struktur bangunan permanen diperkirakan seluas 122 hektare, dan 100 hektare sarana pendukung.

Senior Advisor on Environment and Sustainability PT NSHE Agus Djoko Ismanto menjelaskan, PLTA Batangtoru telah melakukan tindakan mitigasi terhadap potensi dampak  yang mungkin timbul akibat pembangunan proyek. Environmental, Social, and Impact Assessment (ESIA) merupakan salah satu studi yang menjadi acuan bagi PLTA untuk menjalankan konservasi sumber daya alam (biodiversity action plan). 

Langkah-langkah mitigasi telah dimulai sejak sebelum dilakukan pembukaan lahan untuk memastikan tidak ada orangutan yang terluka maupun terisolasi. Hasilnya zero accident. Semua tindakan mitigasi PLTA Batangtoru dilakukan dengan koordinasi dan pengawasan BBKSDA Sumatra Utara, dan dilakukan kerja sama dengan LSM setempat.

 ‘’Satwa harus dilindungi agar tidak ada yang terluka selama pengerjaan PLTA Batang Toru,’’ kata Agus.

PLTA Batangtoru memiliki program menjaga konektivitas habitat yang sudah terpisah sebelum PLTA Batangtoru dibangun. Di antaranya dengan menjaga dan mengamankan koridor alamiah, membangun jembatan arboreal, menanam pohon-pohon pakan, dan mendukung rencana pemerintah dalam pembangunan koridor yang menghubungkan dua blok habitat orangutan, Blok Barat dan Timur.

"Kami sudah mengundang para ahli untuk membangun jembatan arboreal ini," ungkap Agus.

Selain mengenai isu terganggunya habitat orangutan, pembangunan PLTA juga disebut-sebut oleh sejumlah pihak dapat menyebabkan banjir di empat desa yang terletak di hilir sungai Batang Toru. Hal itu dibantah oleh pihak PLTA.

Agus menjelaskan, sebelumnya ada persepsi bahwa PLTA hanya beroperasi 6 jam dan akan ditutup selama 18 jam, sehingga dinilai akan menimbulkan banjir. ‘’Jadi ada persepsi siang kering, malam banjir. Padahal ini beroperasi 24 jam. Di hilir, airnya jalan terus," kata Agus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement