REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua tokoh sentral dalam Pilpres 2019 akhirnya bertemu. Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan Capres 02 Prabowo Subianto bertemu di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta, Sabtu (13/7).
Mengapa Moda Raya Terpadu (MRT) menjadi lokasi pertemuan yang dipilih kedua tokoh? Dalam pidatonya, Jokowi secara tidak langsung ingin masyarakat ikut menyaksikan langsung pertemuan tersebut. Karena itu, tempat umum dipilih menjadi lokasi pertemuannya.
''Saya kira kalau sudah melihat para pemimpinnya sudah bergandengan, mestinya pendukung sudah selesai dan bergandengan semuanya,'' kata Jokowi.
Jokowi dan Prabowo meyakini pertemuan mereka menjadi simbol bahwa tidak ada lagi perseteruan politik yang cenderung saling menjatuhkan dan memecah masyarakat. Keduanya menegaskan dengan sama-sama menyatakan bahwa tidak ada lagi istilah cebong dan kampret, dua diksi yang selama ini seolah membelah pandangan politik masyarakat Indonesia.
''Tidak ada lagi yang namanya cebong. Tidak ada lagi yang namanya kampret. Yang ada adalah Garuda. Garuda pancasila," ujar Jokowi.
Prabowo pun menimpali,"Jadi saya sangat setuju. Sudah tidak ada cebong-cebong, nggak ada kampret-kampret. Semuanya Merah Putih."
Sementara pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago, menilai pertemuan Jokowi - Prabowo di tempat umum itu memiliki simbol tersendiri dalam konteks silaturahim politik. Pertemuan keduanya di objek vital infrastruktur menunjukkan kemauan bersilaturahim, konsolidasi maupun rekonsiliasi demi kepentingan bangsa yang jauh lebih besar.
''MRT kan tempat umum, mereka memperlihatkan kebersamaan sejak naik MRT dan sepanjang dalam MRT kepada masyarakat umum,'' kata Pangi. ''Tersirat pesan pada masyarakat bahwa mereka sudah konsolidasi demi kemakmuran dan kemajuan bangsa.''
Pertemuan di MRT itu dinilainya sebagai ekspos pada masyarakat bahwa Prabowo dan Jokowi sudah bersatu. Selain itu, kata Pangi, MRT juga menjadi simbol kemajuan dan keberhasilan pembangunan bangsa saat ini.
Direktut Voxpol Center and Research itu menilai MRT dipilih menjadi lokasi pemilihan karena Jokowi dan Prabowo disebut ingin mencari suasana berbeda yang lebih santai dan cair. Pertemuan di istana atau hotel diangap sudah biasa dan formal.
''Jadi, pertemuan dengan suasana santai itu mempengaruhi cair atau tidaknya komunikasi politik dalam rangka rekonsiliasi. Pertemuan ini bisa disebut pertemuan silaturahim biasa atau rekonsiliasi, tergantung yang mereka bahas,'' jelas dia.
Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding, punya pendapat berbeda. Menurutnya, pertemuan tersebut adalah gaya baru dalam berdiplomasi. Sehingga tidak melulu dalam gaya formal.
''Saya kira ini adalah gaya baru dalam diplomasi, biasanya kan bertemu di tempat-tempat formal (seperti) di Istana, di hotel, jadi kesannya formal. Nah, ini dibuat lebih santai dan merakyat,'' kata Karding saat dikonfirmasi, Sabtu (13/7).
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi (BKS) yang ikut mendampingi Presiden Jokowi, menyampaikan lokasi pertemuan di MRT sengaja dipilih karena dianggap lebih bersahabat bagi masyarakat umum. Lokasinya juga memudahkan media dalam menjalankan tugas peliputan.
"Lebih baik kita bersama di luar secara bersama satu kegiatan yang sangat luar biasa," kata Budi.
MRT pula, menurutnya, dianggap menjadi sebuah simbol kemajuan angkutan massal di Tanah Air. Moda transportasi ratangga juga dianggap paling netral dan tidak berafiliasi pada kelompok politik tertentu. ''Satu tempatnya netral, yang kedua ini visioner menuju kedepan,'' katanya.