Rabu 10 Jul 2019 07:37 WIB

Keberadaan Bus Listrik Harus Dikaji Ulang

Jakarta jangan sampai seperti Kota Malaka yang menelantarkan bus listrik.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Bilal Ramadhan
 Bus listrik
Foto: dok. Garuda Indonesia
Bus listrik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sampai saat ini bus listrik hanya sampai tahap uji coba. Belum ada pembahasan lebih lanjut apakah bus listrik akan dioperasikan secara komersial. Padahal, bus listrik bisa mengurangi polusi udara. Selain itu, warga pun juga jadi berpindah dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.

Direktur Eksekutif Institut Transportasi (Intrans) Deddy Herlambang mengatakan, adanya bus listrik bisa mengurangi kualitas buruk udara di Jakarta. Namun, sampai saat ini belum ada regulasi dan kepastian pengoperasian bus listrik.

“Bus listrik baru uji coba saja kan sekarang. Ya diharapkan nantinya kendaraan seperti, taksi, motor, dan mobil juga menggunakan listrik. Namun, bus listrik saja belum jelas kan kapan dioperasikan? Tempat pengisian ulang baterainya di mana?” kata Deddy kepada Republika, Selasa (9/7).

Kemudian, ia melanjutkan, harus ada kerja sama dengan kementerian terkait, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Ini mengenai limbah baterai yang nantinya dibuang ke suatu tempat yang sudah disediakan beserta alat penghancurnya yang modern.

Sebab, lanjut dia, baterai itu bahan kimia yang membahayakan kesehatan warga. Jika dibuang sembarang, akan membuat lingkungan rusak. Udara sudah bersih, tapi lingkungan tidak terawat karena tidak ada perencanaan yang matang untuk keberlangsungan hidup jangka panjang.

“Jangan sampai kerja dua kali. Kalau ingin ada bus listrik, pikirkan juga baterai akan dibuang ke mana? IPAL akan seperti apa? Tempat pengisiannya di mana? Ya, tidak bisa di depo saja. Dikaji dulu deh. Jangan asal menghadirkan bus listrik,” ujar dia.

Sementara itu, Direktur the Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Yoga Adiwinarto mengatakan, harus ada roadmap atau rencana jangka panjang untuk bus listrik. Sebab, jika tidak, hadirnya bus listrik akan sia-sia dan tidak bisa digunakan oleh warga.

“Bus listrik itu harganya lebih mahal daripada bus biasa, tapi mengurangi pencemaran udara dan lebih hemat untuk perawatan ke depannya. Lalu, sekarang belum ada regulasi dan peraturan presiden (perpres). Nah, makanya sebelum itu semua masih ada waktu untuk memiliki rencana lima tahun ke depan,” kata Yoga.

Yoga tidak mau nantinya bus listrik di Indonesia seperti Malaysia, tepatnya di Kota Malaka. Pada 2014, mereka menyediakan bus listrik, tapi sampai sekarang tidak digunakan, hanya disimpan di deponya. Sebab, mereka tidak memiliki rencana jangka panjang.

Maka dari itu, Yoga ingin bus listrik ini direncanakan secara jangka panjang. Dipikirkan tempat pengisiannya di setiap koridor, waktu perjalanannya, dan perawatannya. Dia menyebut, jangan terlalu ambisius untuk menghadirkan transportasi umum baru yang ke depannya tidak tahu seperti apa.

“Saya yakin jika tidak ada perencanaan untuk lima tahun ke depan. Bus listrik akan mangkrak. Hanya beli, tapi bingung ke depannya seperti apa. Tidak bisa begitu, perencanaan penting. Indonesia memiliki peluang, tetapi kurang sekali perencanaan yang matang,” kata dia.

Sekretaris Komisi B DPRD DKI Jakarta Mualif ZA mengatakan, bus listrik masih dalam tahap uji coba. Ia menunggu perpres yang sampai saat ini belum ada. Namun, prinsipnya memang moda transportasi umum yang menggunakan listrik harganya mahal.

“Memang tidak menggunakan BBM dan perawatan ke sananya menghemat anggaran. Belum lagi, mengurangi polusi udara. Informasinya sih emang mahal buat beli bus listrik,” kata Mualif.

Mualif mengaku sedang menunggu pembahasan lebih lanjut tentang bus listrik. Ia menambahkan, sudah ada operator yang tertarik, seperti Damri dan Kopaja. Namun, untuk saat ini, belum ada pembahasan rencana jangka panjang untuk bus listrik.

“Memang adanya bus listrik jadi ramah lingkungan dan efisisiensi BBM. Nanti kami agendakan untuk bertemu dengan dishub untuk mengkaji bus listrik ini,” ujar dia.

Menunggu Perpres

Direktur Utama PT Transjakarta Agung Wicaksono mengatakan, ada tiga bus listrik yang sedang diuji coba. Ia juga masih menunggu regulasi serta peraturan presiden (perpres) yang sampai saat ini belum ada.

“Kami juga menunggu dari Kementerian Perhubungan dan kepolisian untuk menerapkan uji tipe, seperti STNK (surat tanda nomor kendaraan), NJKB (nilai jual kendaraan bermotor),” kata Agung kepada Republika, Selasa (9/7).

Agung menambahkan, uji coba akan dilakukan selama enam bulan. Jika uji coba berjalan dengan baik, pastinya ke depannya akan menambah bus listrik lebih banyak. Sebab, memakai listrik lebih hemat dan mengurangi pencemaran udara.

Bus listrik yang diuji coba saat ini hanya melayani rute Senayan-Monas. Jika perpres sudah keluar, targetnya tahun depan PT Transjakarta akan membeli bus listrik dari operator. Sebab, PT Transjakarta hanya melayani warga yang memakai bus listrik.

“Semua akan dikaji, termasuk baterai juga. Baterai yang tidak bisa digunakan bisa berperan sebagai charging baterai yang lain. Ini tinggal menunggu regulasi dan izin-izin operasi,” kata dia menambahkan.

Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono mengatakan, dalam waktu dekat, ada operator yang siap meluncurkan pelayanan angkutan bus Transjabodetabek dengan menggunakan unit bus bertenaga listrik.

Satu dari sembilan pilar yang harus menjadi acuan dalam pembenahan transportasi di Jabodetabek berdasarkan rencana induk transportasi Jabodetabek (RITJ) adalah transportasi ramah lingkungan. Langkah-langkah kongkret menuju transportasi ramah lingkungan, lanjut dia, perlu segera dimulai.

“Maka, angkutan umum massal, khususnya yang berbasis jalan, juga harus didorong bebas emisi dengan penggunaan bus bertenaga listrik,” kata Bambang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement