Rabu 10 Jul 2019 06:19 WIB

Kasus Fairuz Jadi Peringatan untuk Perempuan

Peluang pelecehan atau kekerasan seksual terhadap perempuan di media sosial membesar.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Bilal Ramadhan
Fairuz A Rafiq
Foto: Instagram
Fairuz A Rafiq

REPUBLIKA.CO.ID, Selama sepekan terakhir ini, masyarakat dihebohkan dengan pemberitaan mengenai 'ikan asin'. Bukan dalam konteks makanan, melainkan sebagai salah satu istilah yang digunakan oleh seorang artis, Galih Ginanjar, untuk menggambarkan kondisi organ intim mantan istrinya, Fairuz A Rafiq.

Hal itu disampaikan oleh Galih dalam sebuah video bersama Rey Utami. Video yang diunggah di Youtube itu kemudian beredar luas di media sosial. Merasa dilecehkan dengan pernyataan itu, Fairuz pun melaporkan mantan suaminya tersebut ke Polda Metro Jaya, Senin (1/7) lalu. Fairuz menggandeng pengacara kawakan, Hotman Paris Hutapea, sebagai kuasa hukumnya.

Kakak Fairus, Ranny Fahda Rafiq, mengatakan, laporan tersebut dibuat karena Galih melontarkan pernyataan negatif yang dinilai menjatuhkan harkat dan martabat adiknya sebagai perempuan.

"Pemilik akun Youtube Rey Utami dan Benua menyebarkan kalimat konten asusila yang menyebutkan organ intim bau ikan asin. Kalimat tersebut sangat melukai hati Fairuz dan seluruh wanita di Indonesia," kata Ranny di Mapolda Metro Jaya, Senin (1/7).

Ranny menyebut, kalimat asusila itu juga berpengaruh pada perkembangan psikis anak Fairuz. Ia mengungkapkan, Fairuz sempat memprotes unggahan video tersebut, tapi tidak mendapatkan respons dari pihak Galih.

"Fairuz sudah menyampaikan protes dan keberatan atas penyebarluasan konten tersebut. Namun, tindakan pemilik akun malah membuat postingan baru yang isinya tertawa saja," ujar Ranny.

Ia berharap agar kasus ini mendapat perhatian yang serius dari pihak terkait agar menjadikan kasus ini sebagai awal momentum menjaga harkat serta martabat perempuan. Sehingga tidak ada lagi kasus serupa yang melecehkan perempuan.

Fairuz pun telah dipanggil oleh pihak kepolisian untuk diperiksa dan dimintai keterangan terkait video 'ikan asin' tersebut pada Rabu (3/7). Fairuz diperiksa di gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya dengan didampingi suaminya saat ini, Sonny Septian.

Fairuz menjalani pemeriksaan selama kurang lebih tiga jam. Sebanyak 25 pertanyaan pun dilontarkan padanya terkait hubungan dia sebelumnya dengan Galih. Namun, setelah diperiksa, Fairuz dan Sonny memilih bungkam dan tidak menanggapi pertanyaan awak media.

Sementara itu, Galih Ginanjar pun menjalani pemeriksaan sebagai pihak terlapor dalam pengajuan laporan Fairuz yang tertuang dalam nomor LP/3914/VII/2019/PMJ/Dit Reskrimsus tanggal 1 Juli 2019 pada Jumat (5/7) lalu. Galih diperiksa selama sekitar 14 jam.

Pada hari yang sama, Rey Utami dan Pablo Benua selaku pemilik akun Youtube yang mengunggah video tersebut seharusnya juga menjalani pemeriksaan. Namun, keduanya tidak memenuhi panggilan tersebut.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, saat ini kasus tersebut telah naik ke tahap penyidikan. Hal itu dilakukan setelah pihak penyidik memeriksa sejumlah saksi. Di antaranya, suami Fairuz, Galih Ginanjar, teman Fairuz, dan saksi ahli.

Argo pun menuturkan, Galih telah mengakui, motif perbuatannya itu untuk mempermalukan mantan istrinya, Fairuz. Hal itu, kata Argo, disampaikan Galih saat diperiksa.

"Berdasarkan keterangan Galih berkaitan dengan apa yang dia sampaikan, memang intinya yang bersangkutan mengakui dia mengatakan ('ikan asin') ingin mempermalukan mantan istrinya," kata Argo di Polda Metro Jaya, Senin (8/7).

Penyidik telah menaikkan proses penyelidikan kasus dugaan pencemaran nama baik yang menjerat Galih Ginanjar ke tahap penyidikan. Namun, Argo menyebut Galih masih berstatus sebagai saksi. Nantinya penyidik akan memanggil perekam dan pengunggah video.

"(Status Galih) masih saksi. Nanti kita akan memeriksa kembali siapakah yang wawancara, merekam, meng-upload video," ujar Argo.

Ketua Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan Komnas Perempuan Indriyati Suparno mengatakan, peluang pelecehan atau kekerasan seksual terhadap perempuan di media sosial saat ini makin besar. Sebab, kata dia, interaksi masyarakat melalui dunia maya makin mudah dilakukan.

Indriyati menyebut, kekerasan atau pelecehan seksual terhadap perempuan melalui media sosial bisa berupa pertukaran foto atau gambar (meme) yang bernuansa seksualitas serta komentar yang merendahkan martabat dan berkaitan dengan bagian tubuh perempuan.

Mengenai kasus Fairuz, ia menyebut, siapa pun korban yang mengalami pelecehan seksual di dunia maya harus berani melapor. Karena menurut Indriyati, kalau tidak berani melapor, korban tidak memiliki referensi yang terjadi itu adalah pelecehan seksual.

Selain itu, ia juga menuturkan, adanya upaya pencegahan dengan adanya undang-undang atau kerangka hukum yang jelas untuk mengatur masalah pelecehan seksual terhadap perempuan. Sebab, saat ini kasus pelecehan seksual terhadap perempuan di dunia maya hanya bisa dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Di Indonesia ini untuk kasus pelecehan seksual belum punya kerangka hukum yang tegas. Jadi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana kita atau undang-undang khusus yang mengatur pidana kekerasan terhadap perempuan itu belum ada yang mengatur pelecehan seksual, kecuali terhadap anak-anak. Namun, kalau yang bukan anak-anak itu belum ada," kata Indriyati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement