REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri RI Achsanul Habib mengatakan, para pengungsi yang bermalam di depan kantor Badan Pengungsi PBB (UNHCR) Indonesia, Kebon Sirih, Jakarta dalam keadaan sehat. Para pencari suaka sebelumnya beraktivitas di trotoar depan Menara Ravindo hingga membangun tenda untuk mereka tidur.
"Saya mendapat informasi dari Pemprov DKI, dan UNHCR bahwa para pencari suaka yang melakukan aktivitasnya di depan kantor UNHCR, dalam keadaan sehat. Tercatat empat orang sedang mengandung," ujar Habib kepada Republika di Kemenlu, Selasa (9/7).
Ia mengatakan, dengan kerja sama UNHCR, keempat ibu hamil ditangani secara khusus hingga penanganan kesehatannya. "Semua dalam keadaan sehat, termasuk anak-anak," ujarnya.
Habib mengatakan, Indonesia menampung sekitar 14 ribu pencari suaka. Proses penanganan para pencari suaka di Indonesia pun ada dua proses. Pertama, melalui reigistrasi pengungsi, dan kedua, resettlement.
"Pencari suaka mengajukan diri kepada UNHCR mengenai alasan mereka pergi dari negaranya, kemudian diverifikasi oleh UNHCR," katanya.
Sementara resettlement adalah pendataan para pencari suaka berdasarkan, semisal kriteria kerentanan usia yang paling membutuhkan. Untuk itu, UNHCR mengajukan penempatan ke negara ketiga (resettling countries).
Head of Representative UNHCR di Indonesia Thomas Vargas mengaku, para pencari suaka itu sesungguhnya ingin kembali ke tempat mereka berasal. Namun, mereka masih khawatir bahwa negara asal mereka belum memungkinkan dan aman untuk mereka kembali.
"Jika mereka ingin pulang, harus dipastikan negara mereka aman, dan tidak ada persekusi bagi diri mereka ketika mereka kembali ke negaranya," katanya.
UNHCR mencatat sebanyak 84 persen pengungsi ada di negara berkembang, dan kurang berkembang atau 16 persen berada di negara maju. Sebanyak 6,7 juta pengungsi di antaranya ditampung oleh negara yang kurang berkembang. Empat negara yang paling banyak menampung pengungsi adalah, Turki (3,7 juta pengungsi), Pakistan (1,4 juta), Uganda (1,2 juta), dan Sudan (1,1 juta).