REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menetapkan pertambangan batubara era kolonial Ombilin di Sawahlunto, Sumatra Barat sebagai warisan dunia kategori budaya. Penetapan tersebut dilakukan pada sidang ke-43 Komite Warisan Dunia UNESCO PBB di Pusat Kongres Baku, Azerbaijan, Sabtu siang (6/7).
"Alhamdulillah pada pukul 12.15 waktu Baku, sudah ditetapkan pertambangan batubara era kolonial Ombilin di Sawahlunto sebagai warisan budaya dunia," ujar Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Kemendikbud, Nadjamuddin Ramly, Sabtu.
Dia menambahkan, sebelumnya Indonesia sudah memiliki empat warisan dunia kategori alam, yakni Taman Nasional Komodo (1991), Taman Nasional Lorentz (1999), Hutan Tropis Sumatera (2004), dan Taman Nasional Ujung Kulon (1991). Kemudian empat warisan dunia kategori budaya, yaitu Candi Borobudur (1991), Candi Prambanan (1991), Situs Sangiran (1996), dan sistem Subak di Bali (2012).
Bekas tambang batu bara Ombilin Sumatra Barat ditutup dan dijadikan sebagai museum pendidikan tambang.
Pada 2015, Kota Sawahlunto dimasukkan ke dalam daftar sementara warisan dunia kategori budaya. Sejak saat itu, proses pengumpulan data, penyusunan dokumen pendukung dan diskusi panjang dengan para ahli dan akademisi dari dalam dan luar negeri makin intensif dilakukan.
Sampai pada akhirnya muncul usulan agar memperluas tema nominasi untuk memperkuat Nilai Universal Luar Biasa (Outstanding Universal Value). Perluasan tema nominasi ini tentunya berimplikasi pada perluasan wilayah nominasi dengan menggabungkan beberapa kota atau kabupaten yaitu, Kota Padang, Kota Padang Panjang, Kota Solok, Kabupaten Solok, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Tanah Datar di Sumatera Barat ke dalam satu wilayah nominasi, yaitu "Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto".
"Adapun pengajuan kriteria Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto yang menjadi Nilai Universal Luar Biasa adalah kriteria dua dan empat," ujar dia.
Bekas tambang batu bara Ombilin Sumatra Barat ditutup dan dijadikan sebagai museum pendidikan tambang.
Kriteria dua adalah tentang adanya pertukaran penting dalam nilai-nilai kemanusiaan sepanjang masa atau dalam lingkup kawasan budaya, dalam perkembangan arsitektur dan teknologi, seni monumental, perencanaan kota, dan desain lanskap. Dalam keterkaitannya dengan kriteria dua, keunikan tambang Ombilin itu menunjukkan adanya pertukaran informasi dan teknologi lokal dengan teknologi Eropa terkait dengan eksplotasi batubara di masa akhir abad ke-19 sampai dengan masa awal abad ke-20 di dunia, khususnya di Asia Tenggara.
Sedangkan kriteria empat adalah tentang contoh luar biasa dari tipe bangunan, karya arsitektur dan kombinasi teknologi atau lanskap yang menggambarkan tahapan penting dalam sejarah manusia. "Keunikan tambang batubara Ombilin di Sawahlunto menunjukkan contoh rangkaian kombinasi teknologi dalam suatu lanskap kota pertambangan yang dirancang untuk efisiensi sejak tahap ekstraksi batubara, pengolahan, dan transportasi, sebagaimana yang ditunjukkan dalam organisasi perusahaan, pembagian pekerja, sekolah pertambangan, dan penataan kota pertambangan yang dihuni sekitar 7.000 penduduk."
Nadjamuddin menambahkan pengajuan draft awal dokumen nominasi dengan perubahan nama usulan menjadi "Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto" ke Pusat Warisan Dunia UNESCO dilakukan pada 30 September 2016, kemudian dilanjutkan dengan revisi berulang kali hingga sampai dengan pengiriman naskah nominasi final pada akhir Januari 2018. Naskah tersebut akhirnya dinyatakan lengkap dan selanjutnya dievaluasi kelayakannya menjadi warisan dunia oleh ICOMOS yang merupakan Badan Penasehat Pusat Warisan Dunia UNESCO kategori budaya.