Senin 01 Jul 2019 17:04 WIB

Sebaran Harimau di Bukit Balai Rejang Selatan akan Disurvei

Survei okupansi harimau di Bukit Balai Rejang Selatan dilakukan selama tiga bulan.

Harimau sumatera (Panthera Tigris Sumatrae)
Foto: Antara/Nyoman Budhiana
Harimau sumatera (Panthera Tigris Sumatrae)

REPUBLIKA.CO.ID, - Lembaga non-pemerintah Wildlife Conservation Society- Indonesian Program (WCS-IP) bermitra dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung akan mengadakan survei sebaran satwa langka harimau sumatera (Panthera tigris Sumatrae). Survei tersebut akan dijalankan di bentang alam Bukit Balai Rejang Selatan (BBRS), Provinsi Bengkulu.

"Kami menggelar survei okupansi harimau atau sebaran harimau di wilayah Bengkulu, terutama di lanskap Bukit Balai Rejang Selatan," kata Staf Research and Biodiversity Survey WCS-IP, Fahrudin Surahman, di Bengkulu, Senin.

Baca Juga

Fahrudin mengatakan, survei tersebut digelar serentak di seluruh wilayah Pulau Sumatra yang merupakan kolaborasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama lebih 40 lembaga non-pemerintah. Khusus di wilayah Bengkulu, survei digelar bersama dengan relawan Komunitas Tiger Heart Bengkulu, yakni kelompok pemuda yang peduli pada pelestarian harimau sumatera.

Wilayah survei meliputi kawasan hutan di Kabupaten Seluma, Bengkulu Selatan, dan Kaur, perbatasan dengan Provinsi Lampung, yang dibagi dalam 15 blok grid dengan cakupan tiap grid adalah 17 km x 17 kilometer. Menurut Surahman, survei serupa pernah dilakukan pada 2007, namun pada survei kali ini selain mengetahui titik sebaran harimau sekaligus menyingkap genetik dan analisis pakan satwa tersebut lewat sampel kotoran yang akan diambil oleh tim survei.

"Ada lima kelompok atau tim yang akan turun ke lapangan untuk mengadakan survei ini selama tiga bulan," ucapnya.

Sementara itu, Kepala Urusan Program dan Kerja Sama dan Medik Veteriner BKSDA Bkl BKSDA Bengkulu-Lampung, Erni Suyanti Musabine, mengatakan ancaman utama terhadap kelestarian harimau sumatera di wilayah Bengkulu adalah pembukaan habitat yang menjadi habitat satwa kharismatik itu. Pembukaan lahan khususnya perladangan liar dan pembukaan hutan untuk perkebunan menjadi ancaman kelestarian sebab hutan yang terbuka akan meningkatkan akses manusia ke habitat harimau yang otomatis membuat potensi konflik manusia-harimau semakin tinggi.

"Selain kerusakan habitat karena perambahan dan industri ekstraktif seperti tambang, kelestarian harimau juga terancam dengan kehilangan satwa pakan seperti rusa karena ini membuat harimau terpaksa menjelajah lebih jauh sehingga tingkat perjumpaan dengan manusia juga tinggi," katanya.

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) pada 2017 diperkirakan jumlah populasi harimau Sumatera yang merupakan satwa terancam punah tidak lebih dari 600 ekor yang tersebar di wilayah Pulau Sumatra.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement