REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Maher Algadri tidak menampik ada pihak yang menolak terkait rencana rekonsiliasi antara calon presiden (capres) 02 Prabowo Subianto dengan capres pejawat 01 Joko Widodo (Jokowi). Namun, ia berpendapat, hal itu wajar terjadi dalam negara demokrasi.
"Namanya negara demokrasi nggak ada yang diberangus, oh lo pro atau lo kontra. Lo pun bebas, lo boleh kasih pendapat, nggak ada yang menolak," kata Maher di kediaman Prabowo di Kertanegara IV, Jakarta, Kamis (27/6) malam.
Maher juga berpendapat sebaiknya rekonsiliasi tidak perlu dilakukan. "Kalau saya bilang jangan (rekonsiliasi), proses demokrasi itu adalah pemilihan. Jadi yang kalah biar tetap kalah, yang menang, menang. Biar yang kalah di luar menjadi oposisi," ucapnya.
Menurutnya 45 persen suara yang diperoleh Prabowo-Sandiaga pada Pilpres 2019 bukanlah angka yang kecil. Karena itu, ia yakin koalisi Indonesia Adil Makmur akan menjadi koalisi yang kuat.
"Ini kan bukan masalah prabowo atau apa, ini masalah 45 persen itu 70 juta lebih, harus dihargai," ujarnya.
Rencana rekonsiliasi kedua tokoh tersebut sudah bergulir sejak pascapencoblosan 17 April 2019. Sejumlah pihak mengharapakan agar kedua tokoh tersebut dapat bertemu untuk menurunkan tensi politik.
Namun hingga sidang putusan MK selesai, kedua tokoh tersebut masih belum bertemu. "Pak Prabowo nggak membutuhkan mau ketemu Pak Jokowi. Tapi dia kalau mau ketemu dia minta aja dia pasti ketemu. Nggak ada problem dua-duanya sering ketemu kok," ungkapnya.