REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) memutuskan tidak menerima permohonan Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Jenderal (Purn) Djoko Santoso selaku pemohon atas sengketa pelanggaran administratif pemilihan umum terhadap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai pihak termohon.
Direktur Advokasi dan Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Sandiaga Sufmi Dasco Ahmad mengaku belum mengetahui kabar tersebut. "Saya belum terima," katanya saat dikonfirmasi Republika.co.id, Rabu (26/6).
Saat dikonfirmasi kembali ada tidaknya pembahasan terkait putusan MA tersebut baik di internal BPN maupun Partai Gerindra, Sufmi kembali mengungkapkan bahwa ia belum mengetahui hal itu. "Belum dengar malah," imbuhnya.
Sebelumnya Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan sengketa pelanggaran administratif pemilihan umum antara Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Jenderal (Purn) Djoko Santoso, dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Dalam putusan tersebut dikatakan, permohonan pemohon tidak dapat diterima.
"Ya, benar putusan hari ini tadi sore. Putusannya (permohonan pemohon) tidak dapat diterima," jelas Juru Bicara MA, Andi Samsan Ngaro, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Rabu (26/6).
Putusan itu tertuang di dalam Putusan MA RI No. 1/P/PAP/2019. Putusan itu mengenai permohonan sengketa pelanggaran administratif pemilihan umum terhadap Pelanggaran Administrasi Pemilu TSM pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 atas Putusan Bawasu RI No. 01/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019 tanggal 15 Mei 2019.
"Menyatakan permohonan Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum yang diajukan Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso dan Ahmad Hanafi Rais, SIP., MPP., tidak diterima," begitu bunyi putusan tersebut.
Atas putusan ini, MA juga menjatuhkan hukuman terhadap pemohon untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 1.000.000. Pemohon dalam perkara ini adalah Djoko Santoso dengan lawannya adalah Bawaslu.