Rabu 26 Jun 2019 15:08 WIB

Anies Siapkan Langkah Strategis Ubah PKS Reklamasi

Menurut PKS 1997 Pemprov DKI terikat kerja sama dengan pengembang terkait reklamasi.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Gita Amanda
Pulau Reklamasi: Foto udara kawasan pulau reklamasi Pantai Utara Jakarta, Kamis (28/2/2019).
Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Pulau Reklamasi: Foto udara kawasan pulau reklamasi Pantai Utara Jakarta, Kamis (28/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengatakan, posisi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI dalam proyek reklamasi menjadi pihak dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan swasta. Menurutnya, PKS yang disepakati sejak 1997 itu bisa diadendum.

"Dalam semua urusan di Jakarta, Pemprov itu sebagai regulator ya, dalam urusan reklamasi Pemprov itu jadi apa? Jadi pihak coba," ujar Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (25/6) lalu.

Baca Juga

Untuk itu, Anies sedang menyiapkan langkah strategis terkait perubahan PKS reklamasi tersebut. Akan tetapi, dia belum mau memaparkan strategi yang akan dilakukannya itu.

"Nah itu saya tidak akan bicarakan strategi yang sekarang. Saya nggak bicarakan strategi, nanti kalau bicara strategi ingat seperti saya dulu membuat badan pelaksana reklamasi? Kan dikritik semuanya tuh," lanjut Anies.

Pemprov DKI Jakarta terikat kerja sama dengan pengembang terkait dengan reklamasi yang tercantum dalam PKS sejak 1997. PKS tersebut juga telah diubah berulang kali hingga terakhir pada Oktober 2016.

Selain itu, Pemprov DKI Jakarta masih juga belum membahas kewajiban kontribusi yang akan dikenakan kepada pengembang lahan reklamasi. Sebelum memasuki permbahasan kontribusi dan perubahan PKS, kata Anies, pihaknya masih perlu menyelesaikan pekerjaan rumah lainnya.

Salah satunya terkait dengan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan di atas Pulau D atau Kawasan Pantai Maju yang Anies sebut sudah telanjur dibangun. Anies menekankan, diterbitkannya IMB sudah sesuai aturan hukum berlandaskan Peraturan Gubernur Nomor 206 Tahun 2016 yang mencantumkan panduan rancang kota (PRK) atas Pulau C, D, dan E.

Menurut Anies, PRK tersebut menjadi landasan atas terbitnya hak pengelolaan lahan (HPL) untuk Pemprov DKI Jakarta dan hak guna bangunan (HGB) yang hingga saat ini masih dimiliki oleh pengembang PT Kapuk Naga Indah. HGB itulah yang menjadi acuan untuk diterbitkannya IMB.

Sebab, lanjut Anies, bangunan-bangunan tersebut tak melanggar PRK melainkan melanggar terkait perizinan. Sementara ia sudah menyegel dan meminta kepada pengembang untuk membayar denda karena telah membangun tanpa menunggu terbitnya IMB.

Setelah pengembang membayar denda itu maka pengembang juga bisa mengajukan penerbitan IMB. Sehingga dengan adanya HGB, menurut Anies, Pemprov DKI tidak bisa serta merta merobohkan bangunan-bangunan itu.

"Karena pelanggarannya adalah soal IMB, dan saya tidak membongkar gedung-gedung itu, bangunan itu sebagai ketaatan pada prinsip hukum tata ruang dan kepastian atas aturan," kata Anies.

Ia juga menambahkan tak bisa begitu saja mencabut pergub yang diterbitkan era mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok itu. Sebab, pencabutan pergub tidak mungkin berdampak banyak karena hukum tata ruang tidak berlaku surut sehingga tidak akan efektif membatalkan bangunan-bangunan yang sudah ada.

"Jadi ketika kemudian diterbitkan Pergub itu ada rujukannya. Menurut saya yang mengerjakan ini semua cerdik, serius, dan itu semua dikerjakan dikebut sebelum saya mulai kerja. Ini yang bikin sebel," papar Anies.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement