Rabu 26 Jun 2019 08:36 WIB

Massa Aksi Tahlil Akbar 266 Mulai Berdatangan di Patung Kuda

Tuntutan massa aksi adalah respons pemerintah atas kasus meninggalnya ratusan KPPS.

Ilustrasi warga mengusung jenazah anggota Kelompok Penyelenggaran Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal diduga karena kelelahan setelah menjalankan tugas di TPS.
Foto: Antara/Didik Suhartono
Ilustrasi warga mengusung jenazah anggota Kelompok Penyelenggaran Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal diduga karena kelelahan setelah menjalankan tugas di TPS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah massa peserta aksi bertajuk Tahlil Akbar 266 sudah mulai berdatangan ke lokasi Patung Kuda Monumen Nasional (Monas) sejak pukul 07.15 WIB. Tuntutan massa aksi adalah respons pemerintah terhadap kasus meninggalnya ratusan petugas KPPS dan korban rusuh aksi 21-22 Mei.

"Saya dari Bandung, datang dengan beberapa teman lain, datang menggunakan kereta melalui Gambir," kata salah seorang peserta aksi, Agung suharjono (49), di Jakarta, Rabu (26/6).

Baca Juga

Agung mengatakan rela jauh-jauh ikut tahlil akbar karena menginginkan ingin pemerintah memberikan respons cepat terhadap ratusan petugas pemilu dan sejumlah orang yang meninggal akibat kerusuhan 21-22 Mei 2019. "Kalau tahlilannya diadakan di daerah, tentu responsnya tidak seperti kalau tahlilan di sini," katanya.

Agung bersama rekannya meyakini kegiatan tahlilan tersebut akan berlangsung damai, karena yang hadir adalah alumni Gerakan 212. "Ya kalau yang 21-22 Mei ricuh itu kan banyak kelompok di sana, kita tidak tahu apa saja tujuan-tujuan tiap kelompok," ucap Agung.

Massa peserta aksi lainnya, Muhammad yang juga berasal dari Bandung mengatakan, mereka berangkat malam hari dan sampai subuh di Stasiun Gambir. "Semuanya pakai biaya sendiri, karena panggilan hati seperti Aksi 212, kami dapat informasi kegiatan ini dari undangan yang ada di media sosial," ujarnya.

Tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM), pada Selasa (25/6) mengungkapkan fenomena sakit dan meninggalnya para petugas Pemilu 2019 merupakan kejadian alamiah. Berdasarkan penelitian, dua fenomena itu tidak ada kaitannya dengan dugaan kecurangan, melainkan karena disebabkan oleh beban kerja yang terlalu tinggi dan riwayat penyakit sebelumnya.

"Yang ingin digarisbawahi bahwa sakit dan kematian petugas KPPS itu tidak semua terkait dengan proses pencoblosan tanggal 17 April sehingga tidak ada alasan sama sekali untuk mengkaitkannya dengan kecurangan pemilu," kata Koordinator Kajian Lintas Disiplin UGM, Abdul Gaffar Karim di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (25/6).

Peneliti dari Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM, Riris Andono Ahmad, menjelaskan seluruh petugas pemilu yang meninggal di Yogyakarta semua berjenis kelamin laki-laki dengan 80 persen memiliki riwayat penyakit kardiovaskular. Tidak ditemukan indikasi kekerasan maupun kejadian tidak wajar.

Tim peneliti UGM mengungkapkan, berdasarkan survei,  kesakitan dan kematian para petugas Pemilu 2019 disebabkan oleh beban kerja yang sangat tinggi. Dalam survei yang menggunakan metode random sampling tersebut, UGM memilih 400 TPS dari 11.781 TPS di DIY untuk digunakan sebagai sampel.

"Temuan utama adalah beban kerja yang ada di masing-masing TPS (tempat pemungutan suara). Yang kami ukur adalah waktu kerjanya, ada empat kegiatan utama yakni penyiapan dan distribusi surat suara, penyiapan TPS dan pelaksanaan pemilu," kata Riris.

Sebelumnya, menurut data dar KPU RI tanggal 4 Mei 2019 menyebutkan jumlah petugas Pemilu 2019 yang meninggal sebanyak 440 orang. Adapun, petugas yang sakit 3.788 orang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement