REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan menyebut biaya pembangunan sistem transportasi massal O-Bahn, yang menggabungkan konsep bus dan kereta, lebih mahal sekitar 20 persen dari sistem Bus Rapid Transit (BRT) atau busway. Direktur Jenderal Perkerataapian Kemenhub Zulfikri dalam diskusi "Ngobrol Seru Transportasi tentang O-Bahn" di Jakarta, Ahad (23/6), mengatakan meski lebih mahal dari sisi pembangunan, biaya operasional O-Bahn justru lebih murah.
"Secara umum, berdasarkan referensi yang kita dapat, pembangunan O-Bahn itu 20 persen lebih mahal daripada busway. Tapi, kalau kita lihat dari produktivitas, artinya penumpang per kilometer yang bisa diangkut, itu lebih murah. Jadi penumpang per kilometer yang diangkut," jelasnya.
Dalam referensi dari Australia yang telah mengimplementasikan transportasi itu, terdapat perbandingan biaya penumpang kilometer per tahun 1999. Yaitu O-Bahn disebutkan lebih mahal 0,14 dolar Australia dibandingkan bus lainnya yang sebesar 0,10 dolar Australia.
Namun, dalam hitungan biaya operasi, O-Bahn lebih murah hingga 0,22 dolar Australia dibanding bus lainnya yang sebesar 0,35 dolar Australia untuk penumpang kilometer.
Dengan jalur khusus yang memungkinkan penambahan kecepatan, O-Bahn disebut akan lebih banyak mengangkut penumpang meski kapasitasnya sama dengan BRT. Yakni rata-rata 300 penumpang per dua rangkaian unit bus.
"Kalau dia (O-Bahn) punya daya angkut yang lebih besar, harga lebih murah sedikit. Kalau dibandingkan dengan penumpang per kilometer bisa lebih murah dan lebih baik," katanya.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi, dalam kesempatan yang sama, mengatakan wacana implementasi O-Bahn masih sangat dini. Meski diakuinya pemerintah akan serius mengkajinya.
Budi mengatakan pihaknya bersama Ditjen Perkeretaapian akan melakukan benchmarking ke beberapa negara yang telah menggunakan sistem O-Bahn seperti Australia, Jepang dan Inggris. Sistem tersebut pertama kali diterapkan di Essen, Jerman.
"Dalam jangka pendek ini kami akan lakukan benchmark ke beberapa negara yang sudah melakukan sistem ini," ujarnya.