Sabtu 22 Jun 2019 18:10 WIB

Pengeluaran untuk Pegawai Dominasi Realisasi Belanja Pusat

Peningkatan pengeluaran terjadi pada hampir seluruh pos.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Muhammad Hafil
Menteri Keuangan Sri Mulyani menerangkan mengenai postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). ilustrasi
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Menteri Keuangan Sri Mulyani menerangkan mengenai postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi belanja pusat sampai dengan Mei 2019 mencapai Rp 530,91 triliun atau 32,48 persen dari total pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019. Realisasi tersebut tumbuh 15,90 persen dibanding dengan tahun sebelumnya (yoy).

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, peningkatan terjadi pada hampir seluruh pos. Tapi, pertumbuhan tertinggi terdapat di belanja pegawai yang tumbuh 26,8 persen dibanding dengan periode sama pada tahun lalu.

Baca Juga

"Ini signifikan dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang hanya enam persen," ujarnya dalam konferensi pers mengenai kinerja APBN 2019 di kantornya, Jakarta, Jumat (21/6).

Tercatat, belanja pegawai hingga Mei 2019 sudah mencapai Rp 163,5 triliun atau berkontribusi atas 42 persen terhadap APBN 2019. Sedangkan, pada periode yang sama di tahun lalu, nilai belanja pegawai adalah Rp 128,9 triliun atau 35,3 persen terhadap APBN 2018.

Sri menuturkan, pertumbuhan tersebut disebabkan pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) pada bulan lalu. Selain itu, pemerintah juga memutuskan menaikkan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang dimulai pada April. "Sesuai dengan Undang-Undang APBN 2019, kenaikannya hingga lima persen," tuturnya.

Pos kedua yang juga mengalami pertumbuhan signifikan adalah belanja barang, yaitu 16,9 persen. Proporsi realisasi terbesar dari pos ini adalah belanja barang dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan Pemilu 2019. Di antaranya pemberian honor kepada badan penyelenggara AdHoc Pemilu.

Tidak hanya itu, proporsi terbesar berikutnya adalah realisasi belanja barang dalam rangka pemberian bantuan operasional untuk kegiatan pendidikan. Misalnya, dalam bentuk uang kepada siswa penerima Bantuan Operasional (BOS) dari Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah untuk meningkatkan mutu dan relevansi madrasah yang dilaksanakan Kementerian Agama.

Sri menjelaskan, pertumbuhan belanja barang dan pegawai diperkirakan mampu mendorong pertumbuhan konsumsi. Baik itu rumah tangga maupun konsumsi pemerintah yang lebih baik dibanding dengan periode sama tahun lalu.

Tapi, Sri menuturkan, kondisi berbeda terjadi pada belanja modal. Sampai akhir Mei, pertumbuhannya justru negatif 5,9 persen dengan realisasi Rp 29,1 triliun. Pada periode yang sama di tahun lalu, pertumbuhannya juga melambat yaitu negatif 0,8 persen dengan nilai Rp 30,9 triliun.

Sri menegaskan, perlambatan pertumbuhan tersebut dikarenakan rencana belanja modal tahun ini memang lebih rendah dari tahun lalu. Pada 2018, targetnya adalah Rp 203,9 triliun yang tahun ini diturunkan menjadi Rp 189 triliun. "Jadi, sampai Desember, belanja modal akan tetap negatif karena angka tahun ini lebih rendah dari tahun lalu," katanya.

Proporsi realisasi belanja modal terbesar berasal dari pos pembangunan jalan, irigasi dan jaringan dipergunakan untuk menunjang kelancaran arus barang dan penumpang menjelang Idul Fitri. Selain itu, perbaikan prasarana perkeretaapian yang dilaksanakan Kementerian PUPR dan Kementerian Perhubungan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement