Sabtu 22 Jun 2019 12:23 WIB

Perludem: Peraturan Pilkada 2020 Harus Lebih Ramah pada KPPS

KPU sudah mempertibangkan kesehatan KPPS.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini usai diskusi Perspektif Indonesia di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (30/3).
Foto: Republika/Mimi Kartika
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini usai diskusi Perspektif Indonesia di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (30/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem),  Titi Anggraini, mengatakan peraturan teknis untuk Pilkada 2020 harus lebih ramah terhadap kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS). Beban kerja KPPS dan jaminan kesehatan perlu menjadi perhatian penting oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Titi menuturkan, proses penyelenggaraan pilkada memang jauh lebih sederhana dan juga ringkas dibandingkan pemilu legislatif (pileg). Terlebih, jika hal itu dibandingkan dengan pelaksanaan pileg dan pilpres yang diselenggarakan secara serentak atau pemilu dengan lima surat suara sebagaimana 17 April 2019 lalu.  

 

"Beban petugas KPPS dalam pilkada relatif lebih masuk akal dan logis bila dibandingkan dengan beban petugas KPPS dalam pelaksanaan pemilu legislatif. Tetapi saya setuju bahwa pengaturan beban kerja KPPS harus lebih bisa didistribusikan secara merata diantara para anggota KPPS yang ada tujuh orang itu," ujar Titi ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Jumat (21/6). 

 

Titi juga menyoroti skema jaminan terhadap keamanan, kesehatan dan keselamatan para KPPS yang harus diperbaiki. Sehingga, kejadian KPPS tertimpa musibah, sakit dan meninggal dunia bisa dihindari. 

 

Titi pun menekankan kepada pembagian distribusi kerja yang proporsional kepada tujuh KPPS. Hal ini merupakan salah satu bagian penting untuk perbaikan tata kelola pilkada berdasarkan pembelajaran dan evaluasi pemilu yang lalu.

 

Lebih lanjut Titi mengungkapkan bahwa perbaikan tata kelola pilkada bisa direalisasikan dalam penyusunan peraturan KPU (PKPU) untuk Pilkada 2020. Namun,  regulasi untuk pilkada tahun depan tetap harus menyesuaikan dengan aturan dasar pelaksanaan pilkada,  yakni UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016. 

 

"Kalau ada perubahan UU, maka mau tidak mau harus ada penyesuaian. Namun, saya merasa ada beberapa hal teknis yang harus disempurnakan oleh KPU untuk perbaikan teknis pemilu. Mulai dari pemutakhiran data pemilih, persyaratan pencalonan, kampanye, dan juga pemungutan dan penghitung suara pilkada, " tegas Titi.  

 

Terkait hal tersebut, Komisioner KPU, Evi Novida Ginting Manik, mengatakan pihaknya akan mempertimbangkan masukan dari sejumlah pihak soal evaluasi kerja KPPS. Salah satu yang menjadi titik pertimbangan nantinya adalah kesehatan KPPS.  

 

"Kami perhatikan masukan ombudsman ya. Baik soal usia, kondisi kesehatan dan kesejahteraan akan kami perhatikan. Soal kesehatan, kami nanti akan upayakan agar petugas KPPS bisa melakukan deteksi dini terhadap penyakit yang diderita, " ujar Evi ketika dijumpai di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat.  

 

Untuk pilkada nanti,  KPU mengupayakan adanya aturan agar KPPS bisa berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat untuk memeriksakan kesehatan.  Pemeriksaan yang dimaksud Evi yakni yang bukan terlalu general.

 

"Nanti diusahakan pemeriksaan kesehatan yang tidak terlalu general, tetapi kita bisa mengetahui apa penyakit yang diderita KPPS. Kalau pemeriksaan yang spesifik kan nanti ada hubungannya dengan pendanaan (yang besar ya), " jelas Evi.  

 

Sementara itu, terkait pemerataan tugas KPPS,  KPU menegaskan bahwa semua tugas telah dibagi secara merata kepada tujuh orang. Namun,  beberapa faktor seperti waktu menyelesaikan beban kerja dan tekanan kerja yang tidak bisa dihindari bisa memicu musibah bagi KPPS.  

 

"Kami pastikan jaminan untuk KPPS sebagai badan adhoc pilkada akan semakin baik.  Mereka itu ujung tombak kami. Kami tidak pernah menggampangkan tugas mereka, " tambah Evi.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement