REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua tim kuasa hukum BPN Prabowo-Sandiaga Uno dalam perkara sengketa perselisihan hasil pemilu (PHPU) pilpres, Bambang Widjojanto (BW), menanggapi persidangan di MK pada Kamis (20/6) yang tidak menghadirkan saksi. Ia menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) terlalu sombong karena tidak menghadirkan satu saksi pun dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebagai pemohon, tim hukum Prabowo-Sandi mencoba untuk membuktikan kecurangan dengan menghadirkan banyak saksi. Selain itu, ia mengatakan KPU diberi kesempatan untuk menghadirkan 15 saksi dan dua ahli untuk memberikan keterangan di MK.
"Itu biasa. Mereka terlalu over confident kan. Dari 300 halaman yang dibacakan, hanya 30 lembar (jawaban). Ini kan over confident. Kalau pakai bahasa lain, mereka terlalu sombong," ujar BW kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (21/6).
Sementara itu, BW menegaskan dia dan timnya tidak ingin menjadi orang sombong. Mereka ingin membuktikan sekecil apapun kemungkinan kecurangan yang ada dalam pelaksanaan pilpres.
"Kalau teman-teman itu sedang menunjukkan kesombongannya, dan kesombongan ini bukan soal biasa. Fir'aun (Raja Fir'aun di Mesir) dulu juga sombong. Jadi kalau belajar kesombongan, jaman Fir'aun sudah ada. Makanya kami tak mau jadi orang yang sombong," kata dia.
BW pun menegaskan tim hukum Prabowo-Sandi sudah menggunakan kesempatan menghadirkan saksi dan ahli secara maksimal dalam persidangan. ''Setidaknya begitu. Kalau kami ajukan argumen terjadi penggelembungan, kami sudah datangkan ahli yang bisa konfirmasi itu. Ahli itu bahkan sudah jelaskan bagaimana proses penggelembungannya (penggelembungan suara pilpres)," tambahnya.
Sebelumnya, dalam sidang pada Kamis KPU memutuskan mencukupkan diri untuk menghadirkan bukti berupa keterangan dari para ahli. Satu orang ahli IT, yakni Marsudi Wahyu Kisworo, hadir memberikan keterangan di MK.
Keterangan yang diungkapkannya menyoal situng KPU. Sementara itu, satu ahli lain, yakni Ridwan Tjandra, menyampaikan keterangan secara tertulis mengenai hukum tata negara.