REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Kabupaten Tasikmalaya terus melakukan pemantauan (assesment) pada anak-anak yang menjadi korban tontonan seks. Hal itu dilakukan untuk menentukan langkah yang akan diambil untuk memulihkan kondisi mental anak.
Kepala Bidang Perempuan dan Perlindungan Anak, P2TP2A Kabupaten Tasikmalaya, Yayah Wahyuningsih mengatakan pihaknya telah melakukan assesment sejak sepekan terakhir. Ia juga telah berkoodinasi dengan psikolog untuk melakukan penanganan kepada anak-anak yang menjadi korban.
"Kita melakukan assesment. Kalau diperlukan akan kita temukan mereka dengan psikolog," kata dia saat dihubungi Republika, Kamis (20/6).
Menurut Yayah, kejadian yang menimpa anak-anak tersebut akan selalu teringat hingga mereka tumbuh dewasa. Adegan seks yang dipertontonkan kepada mereka akan terus menjadi bayang-bayang di kepalanya.
Karena itu, anak-anak perlu diberi pendampingan khusus untuk menghilangkan bayangan tersebut. Selain itu, peran orang tua akan sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai positif dan memberikan pendidikan seksual secara benar.
"Agama dan perhatian orang tua memang yang harus ditingkatkan. Pelajaran seksual juga harus diperhatikan," kata dia.
Polisi terus memeriksa pasangan suami istri (pasutri) yang diduga mempertontonkan adegan ranjang kepada anak-anak di bawah umur di Tasikmalaya. Pasutri itu sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Tasikmalaya Kota.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Tasikmalaya Kota AKP Dadang Sudiantoro mengatakan pihaknya masih terus menelusuri motif tersangka. Akan tetapi tersangka masih belum mengakui perbuatannya.
"Perkembangan sampai saat ini masih melengkapi keterangan saksi-saksi dan mengumpulkan alat bukti. Pelaku hingga saat ini tidak mengakui, tapi penyidik tidak mengejar pengakuan tapi mengejar alat bukti," kata dia pada Kamis (20/6).