Kamis 20 Jun 2019 13:33 WIB

Mendagri Bantah Soal 'Kecurangan Bagian dari Demokrasi'

Mendagri menegaskan keterangan yang diajukan saksi tidak benar.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Hafil
Sengketa pemilu (ilustrasi)
Foto: Dok Republika.co.id
Sengketa pemilu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo membantah pernyataan saksi tim hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Hairul Anas Suaidi saat hadir dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (20/6) dini hari tadi.

Hairul yang juga caleg PBB itu dalam keterangannya, mengaku menerima materi 'kecurangan bagian dari demokrasi' saat hadir dalam pelatihan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin beberapa waktu lalu. Tjahjo menegaskan tidak benar jika terdapat materi tersebut dalam pelatihan TKN, termasuk tuduhan materi tersebut disampaikan saat Kepala Staf Presiden Moeldoko menjadi salah satu pembicara.

Baca Juga

"Nggak ada. Saya kira itu perlu diklarifikasi ga ada," kata Tjahjo di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/6).

Tjahjo menegaskan materi yang disampaikan TKN tidak pernah membenarkan adanya kecurangan dalam Pemilu 2019. Karenanya, ia menegaskan kesaksian Hairul tersebut tidaklah benar.

"Kita semua clean dan clear kok, saya kira nggak akan sampai ke situ," kata mantan Sekjen PDIP tersebut.

Sebelumnya, saksi dari kuasa hukum pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menuding pelatihan untuk saksi yang digelar oleh Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin mengajarkan untuk melakukan kecurangan. Pelatihan digelar beberapa bulan sebelum pemungutan suara.

"Jadi saya adalah caleg dari Partai Bulan Bintang yang merupakan pendukung Paslon 01, kemudian saya ditugaskan hadir dalam pelatihan saksi," ujar saksi Hairul Anas Suaidi dalam sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis dini hari.

Menurut Anas, dalam pelatihan yang digelar di Jakarta itu, ia mengaku mendapatkan materi pelatihan kecurangan bagian dari demokrasi. Keponakan mantan hakim MK Mahfud MD itu menjelaskan, materi yang disajikan dirasa mengagetkan dan membuatnya merasa tidak nyaman dalam mengikuti pelatihan itu.

Ia mencontohkan tentang pengerahan aparat untuk kemenangan salah satu pasangan calon yang menurut dia tidak sesuai dengan prinsip demokrasi.

"Terlebih lagi menunjukan gambar orang, tokoh, pejabat, kepala daerah yang diarahkan untuk memberikan dukungan logistik untuk salah satu paslon, ini mengganggu saya hingga pada akhirnya saya membantu 02," ucap Anas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement