Kamis 20 Jun 2019 12:38 WIB

Asosiasi Petani Tebu Harap Impor Gula tak Dikuasai Swasta

APTRI mendorong pemerintah membenahi industri gula.

Jokowi - APTRI: Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) hadir di Istana Merdeka memenuhi undangan Presiden Jokowi, Selasa (5/3).
Foto: Republika/Sapto Andiko Condro
Jokowi - APTRI: Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) hadir di Istana Merdeka memenuhi undangan Presiden Jokowi, Selasa (5/3).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mendorong pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo untuk membenahi industri gula, terutama sektor investasinya, salah satunya agar kegiatan impor tidak dikuasai swasta.

"Impor dihadirkan bukan untuk memukul atau mematikan, tapi untuk kepentingan stabilitas harga yang bisa mendatangkan efek yang bermanfaat. Karenanya impor gula harus dikuasai oleh negara," ujar Ketua Umum Dewan Pembina DPP Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) HM Arum Sabil kepada wartawan di Surabaya, Selasa (19/6) malam.

Dia mengungkapkan, persoalan gula dari tahun ke tahun selalu menjadi polemik yang disebabkan kebutuhan konsumsi gula secara nasional terus meningkat dan tidak sebanding dengan produksi yang dihasilkan di dalam negeri.

"Lima tahun lalu komsumsi gula perkapita masih tercatat 18 kilogram. Sekarang konsumsi gula perkapita sudah mencapai 24 kilogram. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai sekitar 260 juta jiwa, kebutuhan gula kita secara nasional bisa mencapai hampir 6 juta ton jika konsumsi gula perkapita 24 kilogram," katanya.

Arum memaparkan produksi gula nasional lima tahun lalu masih tercatat di angka 2,5 juta ton. Tahun 2018 turun menjadi 2,1 juta ton. "Tahun ini produksi gula secara nasional bahkan berpotensi anjlok di bawah 2 juta ton," ucapnya.

Dia menunjuk pada luas tanaman tebu secara nasional yang setiap tahun kian menyusut. "Sekitar tiga tahun yang lalu luas tanaman tebu di seluruh wilayah Indonesia masih berkisar 500 ribu hektare. Sekarang telah menyusut menjadi 400 ribu hektare," katanya.

Di sisi lain, kebutuhan gula secara nasional untuk konsumsi serta industri makanan dan minuman sudah mencapai 6 juta ton, sedangkan untuk kebutuhan rumah tangga sekitar 3 juta ton.

"Kalau untuk kebutuhan industri makanan dan minuman sudah teratasi dengan gula rafinasi. Tapi, untuk kebutuhan rumah tangga, ada kekurangan pasokan mencapai 1 juta ton. Karenanya jika produksi gula secara nasional di bawah 2 juta ton bisa bahaya," tuturnya.

Untuk itu, Arum mendorong pemerintah harus segera melakukan pembenahan di sektor gula, salah satunya membenahi tanaman tebu varietas unggul dan menghidupkan kembali riset penelitian tentang tanaman tebu.

"Pemerintah berharap petani tebu bisa menghasilkan 100 ton tebu perhektar. Tapi faktanya sekarang justru di bawah 70 ton perhektar," katanya.

Selain itu, Arum menyarankan kegiatan impor gula melibatkan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dia meyakini impor gula dengan melibatkan perusahaan BUMN nantinya bisa bermanfaat untuk negara dan rakyat.

"Hasil keuntungannya bisa digunakan negara untuk menyubsidi, membenahi dan merevitalisasi pabrik-pabrik gula yang sudah tua. Kalau sampai impor dikuasai oleh swasta, mereka hanya berburu keuntungan dan tidak memikirkan Indonesia menuju kemandirian pangan yang berdaya saing," tuturnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement