Rabu 19 Jun 2019 11:50 WIB

Haris Azhar dan Said Didu Jadi Saksi Tim Prabowo-Sandi

Tim hukum Prabowo-Sandi menghadirikan 15 orang saksi.

Rep: Ronggo Astungkoro/Febrianto/ Red: Teguh Firmansyah
Suasana sidang sengketa Pemilhan Presiden (Pilpres) 2019 beragendakan mendengarkan keterangan saksi di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu(19/6).
Foto: M Putra Akbar
Suasana sidang sengketa Pemilhan Presiden (Pilpres) 2019 beragendakan mendengarkan keterangan saksi di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu(19/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tim Hukum Prabowo-Sandi menghadirkan 15 orang saksi fakta dan dua orang saksi ahli sebagaimana keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dua di antara saksi tersebut ialah Anggota Dewan Pakar Badan Pemenangan Nasional (BPN) 02 Said Didu dan aktivis HAM Haris Azhar.

"Saksi sesuai dengan permintaan mahkamah sudah disiapkan, tapi kami siapkan cadangannya juga," ucap Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/6).

Baca Juga

Selain mereka, 13 saksi fakta lainnya, yakni Agus Maksum, Idham, Hermansyah, Listiani, Nur Latifah, Rahmadsyah, Fakhrida, Tri Susanti, Dimas Yehamura, Beti Kristiani, Tri Hartanto, Risda mardiana dan Hairul Anas. Untuk dua saksi ahli, yaitu Jaswar Koto dan Soegianto Sulistiono. "Mudah-mudahan bisa memberikan kesaksian yang terbaik," kata Bambang.

Sebelum memberikan kesaksian, para saksi fakta dan saksi ahli yang dihadirkan pemohon ini diambil sumpah terlebih dahulu di hadapan majelis hakim MK. Hingga berita ini ditulis, majelis hakim sedang mendengarkan keterangan dari saksi fakta atas nama Agus Muhammad Maksum, Direktur IT BPN Prabowo-Sandi.

Agus mengaku mendapatkan ancaman pembunuhan ketika mempersoalkan daftar pemilih tetap (DPT) sebelum Pemilu 2019. Ancaman itu diarahkan kepadanya dan keluarga.

"Pernah sampai ke saya, keluarga saya tentang ancaman pembunuhan," ungkap Direktur IT Badan Pemenangan Nasional (BPN) itu di hadapan majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/6).

Agus mengaku mendapatkan ancaman tersebut sekitar April 2019. Tapi, setelah mendapatkan ancaman tersebut, ia tidak melaporkannya ke pihak berwajib karena beranggapan timnya sudah dapat melakukan pengamanan. Ia tidak memberi tahu semua orang akan adanya ancaman tersebut. "Satu saja saya sebut (yang ia beri tahu adanya ancaman tersebut), Pak Hasyim Djojohadikusumo," ungkap Agus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement